Jumat, 25 Agustus 2017

EKONOMI KERAKYATAN Catatan 3

EKONOMI KERAKYATAN Catatan 3
Mahli Sembiring

Dasar politik perekonomian adalah ideologi, kebudayaan, dan sejarah. Sebagai contoh, Pasal 33 UUD NRI 1945 lahir sebagai usaha untuk mengubah struktur ekonomi kolonial di Indonesia menjadi struktur ekonomi yang bercorak nasional. Hal ini dikarenakan sejarah ekonomi Indonesia merupakan sejarah kolonialisme. Jadi, politik perekonomian Indonesia ditentukan dan didesain oleh sejarah.

Menurut Bung Hatta, politik perekonomian itu harus menetapkan tujuan dan teori ekonomi harus tunduk kepada politik perekonomian. Sistem ekonomi tidak tunduk kepada teori ekonomi. Namun yang terjadi di Indonesia adalah sebaliknya. Pada zaman Budiono-SBY, statement para menteri-menteri ekonomi, menteri perdagangan, menteri perindustrian dan lain sebagainya menjelaskan bahwa politik perekonomian Indonesia harus tunduk kepada teori. Sebagai contoh, alasan IPTN dulu ditutup adalah secara teori ekonomi ini tidak visible, yaitu rugi dalam jangka pendek. Meskipun dalam jangka panjang menguntungkan, namun hal tersebut tidak prospektif. Kenyataannya saat ini (17 Agustus 2017) meluncurkan produk baru, sebagai hadiah HUT ke 72 Kemerdekaan Republik Indonesia. Lain Pimpinan Pemerintahan lain pula politik perekonomiannya karena lain pemahaman, akibatnya kepada masyarakat juga lain.

Sistem Ekonomi Indonesia sangat bergantung atau dipengaruhi oleh sistem politik yang tengah berkembang. Pada Orde Lama Indonesia diarahkan pada kemandirian ekonomi, guna menghindari kondisi ketergantungan terhadap luar negeri. Sedangkan di masa Orde Baru Indonesia memakai sistem ekonomi kapitalistik, yang membawa ragam implikasi terhadap perekonomian Indonesia. Pada masa Reformasi Indonesia menggunakan sistem ekonomi kerakyatan Pancasila yang condong ke arah kapitalis. Hal ini menyebabkan Indonesia harus tunduk pada kapitalisme global.

Di Indonesia politik perekonomian oleh para teknokrat tunduk kepada teori ekonomi. Hal ini berdampak terhadap koperasi. Maka, lahirlah regulasi-regulasi yang sebenarnya tidak mempertahankan jati diri koperasi, seperti koperasi harus tunduk kepada mekanisme pasar (teori pasar). Bahkan UU perkoperasian diubah sedemikian rupa sehingga mengikuti perseroan terbatas. Akhirnya memang ditolak para tokoh yang memahami koperasi, dan perundangan itu dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi.

Roh korporasi terus merasuk ke sendi-sendi kehidupan negara, termasuk jiwa usaha yang sesuai dengan kegotongroyongan: koperasi. Gara-gara bernuansa korporasi, UU No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK). Tak tanggung-tanggung, yang dibatalkan adalah seluruh materi muatan Undang-Undang tersebut. Selain karena berjiwa korporasi, UU Perkoperasian telah menghilangkan asas kekeluargaan dan gotong royong yang menjadi ciri khas koperasi. Menurut Mahkamah, UU Perkoperasian 2012 bertentangan dengan UUD 1945, dan menjadi tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat setelah putusan ini. Untuk menghindari kekosongan hukum, Mahkamah menyatakan berlaku kembali UU Perkoperasian 1992. ”Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian berlaku untuk sementara waktu sampai dengan terbentuknya UU yang baru,” kata Ketua Majelis Hakim Hamdan Zoelva saat membacakan putusan bernomor 28/PUU-XI/2013 di ruang sidang MK, Rabu (28/5/2014).

Selama masa pemerintahan Orde Baru, Indonesia menganut dua macam pola sistem kebijakan ekonomi yakni kebijakan ekonomi liberalistik pada fase stabilisasi perekonomian awal Orde Baru dan kebijakan ekonomi nasionalistik-protektif pada fase pasca boom minyak. Kebijakan sistem ekonomi yang dijalankan pemerintah Orde Baru telah mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang luar biasa bagi peningkatan perekonomian nasional. Namun disisi lain, pemilihan kebijakan ekonomi yang bersifat elitis, liberal (kapitalistik) serta lamanya rejim Orde Baru yang otoritarian mengakibatkan rapuhnya fundamen perekonomian nasional, tersumbatnya kreativitas ekonomi rakyat karena kebijakan monopoli dan semakin besarnya defisit neraca berjalan.


Pemerintah Orde Baru pada awalnya jelas mewarisi masalah-masalah ekonomi yang berat yang ditinggalkan oleh era ekonomi terpimpin Orde Lama (1959-1965), dimana kebijakan lama adalah konfrontasi dan bermusuhan dengan investasi asing. Oleh karena itu, tindakan pertama yang segera dilakukan Orde Baru adalah program rehabilitasi dan stabilisasi sesuai dengan kebutuhan untuk mengembalikan kepercayaan asing. Secara pragmatis pemerintah Orde Baru memilih jalan keluar berupa kebijakan yang berorientasi ke luar (program liberalisasi) karena keperluan dukungan moral asing yang kemudian dilanjutkan dengan tindakan penghematan dan pengetatatan kebijakan moneter. Dapat dikatakan bahwa sumber kekuatan awal Orde Baru dalam program stabilisasi ekonomi adalah bantuan atau pinjaman asing yaitu dengan berhutang.