EKONOMI KERAKYATAN Catatan
3
Mahli Sembiring
Dasar politik
perekonomian adalah ideologi, kebudayaan, dan sejarah. Sebagai contoh, Pasal 33
UUD NRI 1945 lahir sebagai usaha untuk mengubah struktur ekonomi kolonial di
Indonesia menjadi struktur ekonomi yang bercorak nasional. Hal ini dikarenakan
sejarah ekonomi Indonesia merupakan sejarah kolonialisme. Jadi, politik
perekonomian Indonesia ditentukan dan didesain oleh sejarah.
Menurut Bung Hatta, politik
perekonomian itu harus menetapkan tujuan dan teori ekonomi harus tunduk kepada
politik perekonomian. Sistem ekonomi tidak tunduk kepada teori ekonomi. Namun
yang terjadi di Indonesia adalah sebaliknya. Pada zaman Budiono-SBY, statement para menteri-menteri
ekonomi, menteri perdagangan, menteri perindustrian dan lain sebagainya menjelaskan
bahwa politik perekonomian Indonesia harus tunduk kepada teori. Sebagai contoh,
alasan IPTN dulu ditutup adalah secara teori ekonomi ini tidak visible, yaitu rugi dalam jangka
pendek. Meskipun dalam jangka panjang menguntungkan, namun hal tersebut tidak
prospektif. Kenyataannya saat ini (17 Agustus 2017) meluncurkan produk baru,
sebagai hadiah HUT ke 72 Kemerdekaan Republik Indonesia. Lain Pimpinan Pemerintahan
lain pula politik perekonomiannya karena lain pemahaman, akibatnya kepada
masyarakat juga lain.
Sistem Ekonomi
Indonesia sangat bergantung atau dipengaruhi oleh sistem politik yang tengah
berkembang. Pada Orde Lama Indonesia diarahkan pada kemandirian ekonomi, guna
menghindari kondisi ketergantungan terhadap luar negeri. Sedangkan di masa Orde
Baru Indonesia memakai sistem ekonomi kapitalistik, yang membawa ragam
implikasi terhadap perekonomian Indonesia. Pada masa Reformasi Indonesia
menggunakan sistem ekonomi kerakyatan Pancasila yang condong ke arah kapitalis.
Hal ini menyebabkan Indonesia harus tunduk pada kapitalisme global.
Di Indonesia politik
perekonomian oleh para teknokrat tunduk kepada teori ekonomi. Hal ini berdampak
terhadap koperasi. Maka, lahirlah regulasi-regulasi yang sebenarnya tidak
mempertahankan jati diri koperasi, seperti koperasi harus tunduk kepada
mekanisme pasar (teori pasar). Bahkan UU perkoperasian diubah sedemikian rupa
sehingga mengikuti perseroan terbatas. Akhirnya memang ditolak para tokoh yang
memahami koperasi, dan perundangan itu dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi.
Roh
korporasi terus merasuk ke sendi-sendi kehidupan negara, termasuk jiwa usaha
yang sesuai dengan kegotongroyongan: koperasi. Gara-gara bernuansa korporasi, UU
No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK).
Tak tanggung-tanggung, yang dibatalkan adalah seluruh materi muatan
Undang-Undang tersebut. Selain karena berjiwa korporasi, UU Perkoperasian telah
menghilangkan asas kekeluargaan dan gotong royong yang menjadi ciri khas
koperasi. Menurut Mahkamah, UU Perkoperasian 2012 bertentangan dengan UUD 1945,
dan menjadi tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat setelah putusan ini. Untuk
menghindari kekosongan hukum, Mahkamah menyatakan berlaku kembali UU
Perkoperasian 1992. ”Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian
berlaku untuk sementara waktu sampai dengan terbentuknya UU yang baru,” kata
Ketua Majelis Hakim Hamdan Zoelva saat membacakan putusan bernomor
28/PUU-XI/2013 di ruang sidang MK, Rabu (28/5/2014).
Selama masa
pemerintahan Orde Baru, Indonesia menganut dua macam pola sistem kebijakan ekonomi
yakni kebijakan ekonomi liberalistik pada fase stabilisasi perekonomian awal Orde
Baru dan kebijakan ekonomi nasionalistik-protektif pada fase pasca boom minyak.
Kebijakan sistem ekonomi yang dijalankan pemerintah Orde Baru telah mampu menghasilkan
pertumbuhan ekonomi yang luar biasa bagi peningkatan perekonomian nasional.
Namun disisi lain, pemilihan kebijakan ekonomi yang bersifat elitis, liberal (kapitalistik)
serta lamanya rejim Orde Baru yang otoritarian mengakibatkan rapuhnya fundamen
perekonomian nasional, tersumbatnya kreativitas ekonomi rakyat karena kebijakan
monopoli dan semakin besarnya defisit neraca berjalan.
Pemerintah Orde
Baru pada awalnya jelas mewarisi masalah-masalah ekonomi yang berat yang
ditinggalkan oleh era ekonomi terpimpin Orde Lama (1959-1965), dimana kebijakan
lama adalah konfrontasi dan bermusuhan dengan investasi asing. Oleh karena itu,
tindakan pertama yang segera dilakukan Orde Baru adalah program rehabilitasi
dan stabilisasi sesuai dengan kebutuhan untuk mengembalikan kepercayaan asing.
Secara pragmatis pemerintah Orde Baru memilih jalan keluar berupa kebijakan
yang berorientasi ke luar (program liberalisasi) karena keperluan dukungan
moral asing yang kemudian dilanjutkan dengan tindakan penghematan dan
pengetatatan kebijakan moneter. Dapat dikatakan bahwa sumber kekuatan awal Orde
Baru dalam program stabilisasi ekonomi adalah bantuan atau pinjaman asing yaitu
dengan berhutang.