Selasa, 28 April 2020


GEREJA SELAMA dan SETELAH WABAH VIRUS CORONA BERLALU

Hagai 2:6
Sebab inilah firman Tuhan semesta alam: Sekali lagi, sebentar lagi, Aku akan mengguncangkan langit dan bumi, dan lautan serta daratan.

Beberapa hari yang lalu seorang Saudara, salah satu Ketua Sinode Gereja di Indonesia yang berpusat di Jakarta bertanya kepada saya. “Bro, menurut prediksi Anda, kapan pandemic covid-19 ini selesai?” Secara spontan saya jawab, “Dalam tiga bulan ini kegiatan seperti sebelumnya akan dimulai secara bertahap, tetapi belum normal sepenuhnya”. Dia mengacungkan dua jempol untuk “nubuatan” saya.

Saya teringat saat krisis multi dimensi menimpa Indonesia tahun 1998. Waktu itu, atas nama AYUB: Asosiasi Yayasan Untuk Bangsa, saya dan teman-teman menyelenggarakan Seminar bertema “TEROBOSAN KEUANGAN” dengan mendatangkan pembicara dari Singapore yang saya dampingi sebagai Moderator. Waktu itu seorang peserta bertanya “Bagaimana saya mengetahui jawaban doa saya, apakah itu Suara Tuhan atau bukan?” Sang Pembicara menjawab “suara pertama itu suara Tuhan, berikutnya suara Iblis atau suara manusia”.

Spontanitas sering keluar dari mulut seseorang. Bagi yang hidupnya “kudus” di hadapan Tuhan, maka spontanitas seperti itu selalu datangnya dari Tuhan. Tetapi, kalau dia sudah “menyimpang” dari jalan Tuhan, maka walaupun dia tahu itu suara Tuhan, maka dia tidak akan mematuhinya…namun dia percaya.

Bagaimana dengan Anda? Apakah Anda yakin wabah covid-19 akan berakhir dalam tiga bulan ini?

Terlepas dari jawaban Anda, saya ingin mengajak Anda melanglang buana ke gereja saat ini dan ke masa depan, membicarakan apa yang akan terjadi dengan kehidupan gereja setelah wabah ini berlalu. Kita mau melihat kehidupan gereja yang berdampak terhadap KeKristenan secara umum.

Penurunan Aktivitas Gereja
Dengan gereja-gereja secara nasional menutup pintu mereka dan memilih untuk layanan live streaming selama pandemi COVID-19, kantong kolekte semakin dilewati. Tidak ada kolekte yang terjadi, tidak dalam pengertian tradisional.

Menurut jajak pendapat baru-baru ini yang melibatkan 1.000 gereja di seluruh 50 negara bagian, di Amerika Serikat, lebih dari enam dari 10 gereja telah melihat penerimaan persembahan mereka menurun ke berbagai tingkat selama penguncian dalam menanggapi coronavirus.

Jajak pendapat baru "State of the Plate", yang diambil antara 8-20 April 2020, menemukan bahwa:
ü  34 persen gereja yang disurvei telah melihat persembahan mereka menurun sebanyak 20 persen.
ü  Sembilan persen terlihat mengalami penurunan dramatis, sebanyak 75 persen.
ü  65 persen terlihat mengalami penurunan sejak pertengahan Maret ketika gereja-gereja berhenti mengadakan pelayanan pribadi.

Bagi para pendeta dan staf gereja, akan mengalami hari-hari yang sulit di masa depan karena lebih banyak anggota keluarga gereja yang diberhentikan atau mengalami penurunan pendapatan.
Perjuangan keuangan yang dihadapi begitu banyak pendeta dan keluarga mereka serta perbedaan yang luar biasa terjadi, ketika sebuah jemaat menunjukkan kepada mereka bahwa mereka mengharapkann Pendeta mereka ada untuk mereka sepanjang jalan. Sekarang itu sulit terjadi.  

Survei State of the Plate mengungkapkan:

ü  34 persen gereja melaporkan penerimaan telah turun 10-20 + persen.
ü  22 persen melaporkan penurunan 30-50 + persen.
ü  9 persen mengatakan mereka melihat penurunan 75 persen atau lebih dalam persembahan gereja mereka.
ü  27 persen gereja melaporkan bahwa persembahan stabil.
ü  8 persen melaporkan penerimaan persembahan telah meningkat.

Menurut penelitian nasional dari National Association of Evangelicals, LifeWay dan InTrust, sebagian besar pendeta dan keluarga mereka beroperasi dengan sumber daya keuangan yang terbatas:

ü  90 persen pendeta merasakan tekanan keuangan.
ü  50 persen menghasilkan kurang dari $50.000 per tahun sambil melayani gereja mereka 50-60 jam, atau lebih, per minggu.
ü  Hampir 60 persen pendeta tidak menerima manfaat pensiun atau perawatan kesehatan dari gereja mereka.
ü  3 dari 10 pendeta memiliki hutang pinjaman rata-rata $36.000.

Bagi orang dunia mereka ini (90% atau lebih) pendeta adalah orang bodoh yang memahami bible tidak secara holistic? Setidknya mereka tidak paham cara menghasilkan uang secara berkelanjutan? (pemalas? Amsal 6:6; kurang cerdik? Lukas 16:8; tidak menabur uang jadi tidak menuai uang? Gal 6:7) Kalau pendetanya saja begini, anggota jemaatnya mau bagaimana?

COVID-19 Dapat Mendorong Gereja Menuju Perubahan
Beberapa pemimpin gereja mengatakan perubahan yang didorong oleh krisis mungkin layak dipertahankan setelah berlalu. Kita menerapkan perspektif post-coronavirus bahwa hidup ini rapuh dan hidup itu acak.

Kita (Pemimpin Gereja, manusia) tidak memegang kendali. Mereka ingin mengendalikan gereja. Mereka ingin mengendalikan Tuhan. Mereka ingin saling mengendalikan. Mengendalikan adalah perspektif pra-coronavirus.  

Teknologi telah memainkan peran paling nyata bagi gereja dalam mengatasi pandemi. Anggota staf baru membantu dalam pelayanan virtual. Mereka akan membiarkan orang itu tetap pada post-coronavirus staf. Apakah mereka dibayar?

Kalau gereja ingin memperluas ke seluruh dunia, terutama gereja yang berbasis kota yang anggotanya sementara, datang ke gereja selama tiga atau empat tahun, kemudian mereka pindah, dan kadang-kadang mereka kesulitan menemukan gereja baru. Inilah caranya gereja seperti GKI berkembang, ketika pindah dia mencari teman gereja lamanya dan mulai mendirikan bakal pos jemaat (Bajem). Gereja lama yang wilayahnya secara ekonomi tidak berkembang lagi, anggotanya berkurang.

Gereja banyak yang telah mengalami kesuksesan dengan memindahkan kelompok-kelompok kecil online, dan juga membentuk kelompok rantai doa yang baik-baik saja. Misalnya Gereja Mawar Sharon Surabaya, sebelum membuka cabang gereja dalam gedung, mereka melayani secara online.

Visualisasi sebuah gereja virtual dengan anggota di seluruh dunia, dengan mungkin sebuah acara mudik tahunan yang diselenggarakan di tempat kudus gereja asalnya. Teknologi pelayanan gereja
menempatkan sumber daya lebih banyak pada orang daripada properti. Strategi untuk membantu orang beriman menata kembali membuka ruang pelayanan mereka.

Pandemi ini, mendorong pemimpin gereja bagaimana lebih jauh menekankan pendanaan lebih diarahkan pada orang daripada property. Tidak usaha bangun gedung gereja terus-terusan, bangunlah murid Yesus. Ini adalah waktu dalam kehidupan pribadi kita untuk belajar. Apa yang harus saya lepaskan?  Ini juga memanggil kita sebagai gereja untuk mengajukan pertanyaan yang sama.

Konsep seperti itu bisa menjadi penjualan yang sulit bagi banyak gereja.

Ada gereja yang menjadi tuan rumah pelajaran Alkitab menggunakan Facebook dan telah memulai saluran doa telepon untuk anggota gereja yang secara teknis tidak paham. Jadi saatnya gereja disiapkan untuk layanan dan pertemuan online.

Meskipun struktur untuk layanan online sudah ada ketika pandemi terjadi, budaya kota mungkin tidak kondusif dalam jangka panjang dengan konsep seperti gereja virtual. Ada gereja khususnya di Negara Asia dan Afrika memiliki budaya yang sangat ramah. Ini mendesak terhadap budaya sosialisasi yang sangat ramah yang membuat kota-kotanya menjadi kota internasional.

Paskah 2020 adalah pertama kalinya dalam sekitar 60 tahun (atau lebih kurang) orang-orang tidak secara fisik menghadiri kebaktian gereja. Ada beberapa orang yang melakukan streaming langsung, ada orang-orang yang melakukan pra-rekaman ibadah dan kemudian memutarnya di Facebook, terutama Youtube dan menayangkannya melalui gereja online pada jam yang ditentukan.

Membandingkan COVID-19 dengan 9/11 dan Perang Dunia II, mungkin tidak ada jalan kembali ke tempat gereja itu sebelum pandemi. Buku pedoman pelayanan gereja yang kita miliki sekarang akan menjadi tidak relevan. Kita memiliki masa depan yang berbeda di depan kita. Kita sekarang harus mulai membayangkan seperti apa itu nantinya.

Dunia online jauh dari sempurna. Bisa saja jadi penyangga. Pencahayaannya tidak selalu bagus. Tapi mereka terhubung dengan cara yang membuat perbedaan besar bagi orang-orang. Kita memberitakan Injil. Jadi kita kembali ke jauh sebelumnya, ketika kita berkumpul di sudut-sudut jalan. Ini adalah sudut jalan baru kita.

Jika lebih banyak koneksi gereja pindah ke dunia virtual, keuangan mungkin menjadi masalah. Ini adalah masalah besar secara finansial bagi gereja-gereja ketika jemaat tidak berkumpul. Meskipun beberapa gereja mengatakan menerima persembahan terus, pada titik tertentu bahwa itu tidak akan terjadi lagi. Terutama gereja yang baru menyewa mal atau ballroom hotel atau membangun gedung baru dengan uang pinjaman. Ya, pasti mereka ketar ketir. Jangankan untung, mereka malah buntung. Jemaat tidak datang, uang masuk tidak ada, biaya terus berjalan. Mana tahan? Lihat hasil jajak pendapat di atas.

Realitas baru ini membuat kita memahami betapa pentingnya hubungan manusia sesungguhnya. Betapa pentingnya berada di ruang bersama sebenarnya. Bagi gereja tertentu, itu bukan saja tempat pengajaran agama, tetapi juga tempat keselamatan, tempat untuk hidup sesungguhnya. Itu telah menjadi tempat penegasan dan kelangsungan budaya. Ini telah menjadi tempat untuk menemukan diri Anda. Semua itu sekarang ditantang oleh apa yang ada di bawah kita. Gereja itu harus menjadi tempat mewujudkan perintah Tuhan dalam Alkitab: berlipat ganda penuhi bumi, usahakan dan pelihara bumi, tanam rawat dan tuai, kasih makan orang lapar, kasih baju orang telanjang, kunjungi orang di penjara, kasih minum orang haus, beri kelegaan kepada orang yang merasakan letih lesu dan berbeban berat, jadikan semua bangsa murid Yesus, ajarkan semua murid mematuhi Yesus, saling bertolongtolongan untuk memenuhi hukum Kristus, tegakkan kebenaran dan keadilan, dan seterusnya, silahkan baca alkitab Anda.

Mereka yang tidak sering terlibat dalam pengaturan digital harus melakukan transisi untuk mendengar khotbah. Gereja menawarkan streaming langsung melalui media sosial seperti Facebook Live atau YouTube, serta platform mereka sendiri.

Langkah pertama untuk benar-benar bergerak maju adalah menyadari rasa kehilangan, dan menamakannya apa adanya. Namanya adalah kesedihan. Itu yang pertama. Kedua adalah mampu menciptakan, jadilah kreatif. Dengan kemampuan terbaik Anda, cara-cara keterhubungan yang berkelanjutan, dan meningkatkan teknologi untuk benar-benar dapat melakukan itu.

Gereja harus memperlengkapi orang-orang yaitu anggota jemaatnya untuk saling memperhatikan dan melayani satu sama lain, yang bukan hal baru dalam hal komunitas Kristen. Itu sudah ada sejak jaman 12 Rasul, hanya perlu ditingkatkan. Orang-orang akan didorong untuk melakukan itu. Gereja khususnya harus berada dalam komunikasi yang hebat dengan populasi senior. Mereka didukung, dan bahwa senior tahu bagaimana mengakses teknologi untuk bergabung dengan semua gereja, jangan karena gaptek mereka jadi menghilang.

Gereja-gereja yang tidak memiliki kemampuan untuk streaming langsung atau menghasilkan konten digital dapat menjangkau anggotanya dengan belajar dan minta tolong pada gereja yang besar. Kalau gereja itu tidak mau membantu doakan, tetapi yang terpenting surati ke Presiden, DPR, Menteri Agama, PGI, PGLII, PGPI, atau minta anak muda untuk menguploadnya ke medsos atau hubungi redaktur televisi. Intinya kreatiflah, utamakan menghubungi manusia yang lain, karena teknologi ini ciptaan manusia. Jangan berharap terlalu banya ke surga dalam hal ciptaan manusia. Urusan manusia serahkan pada manusia, urusan Tuhan serahkan pada Tuhan.

Jika ada komunitas yang lebih kecil yang mungkin tidak memiliki sumber daya seperto yang dimiliki oleh gereja yang lebih besar, pasti ada yang ingin mencoba untuk membantu mereka juga. Jika kita dapat membantu mereka mengeluarkan kesaksiannya, kita tentu ingin melakukan itu. Misalnya, LEMSAKTI dapat membantu membuat dan mengupload ke youtube dan medsos lainnya, termasuk menayangkan di situs-situs yang terkait. Mereka dapat menjangkau saya, jika mereka mau, dan kami dapat menghubungkan mereka dengan seseorang yang dapat membantu mereka dalam hal menavigasi bagian teknologi.  Hubungi LEMSAKTI melalui Formulir Kontak.

Bagaimana kita membuat teknologi itu tersedia bagi mereka atau melatih orang-orang mereka? Percakapan itu terus-menerus terjadi.  Transisi teknologi sebagai peluang untuk ekspansi. Kami melihatnya sebagai kesempatan untuk menumbuhkan gereja, bukan dari sudut regresi. Ada beberapa komunitas yang telah beribadah online selama bertahun-tahun, dan tentu saja kami akan mencari komunitas-komunitas itu untuk bimbingan, dan berusaha belajar dari pengalaman mereka. LEMSAKTI sendiri sejak tahun lalu sudah menguji coba ibadah online. Silahkan kunjungi di https://www.lemsakti.net/p/gereja-online.html

Menciptakan konektivitas anggota-ke-anggota di seluruh wabah coronavirus sama pentingnya dengan memfasilitasi koneksi gereja-ke-anggota. Meningkatkan platform panggilan konferensi video yang berbeda, seperti Zoom, Google atau aplikasi Telkom untuk menjangkau lebih banyak orang. Hubungan yang dipupuk melalui kelompok-kelompok kecil gereja tetap menjadi kunci selama COVD-19 untuk melanjutkan apa yang digambarkan sebagai "kepedulian, pemuridan, persekutuan dan penjangkauan." Bukankah Yesus sudah memberitahu, bahwa kita akan melakukan hal yang belum dilakukan Yesus pada waktu Dia melayani di Israel? Inilah saat itu.

Setelah semuanya sedikit rileks dan tidak lagi berkumpul [maksimal sesuai ketentuan] misalnya 10 orang, atau tinggal di rumah Anda, mereka masih dapat saling menjaga. Orang perlu untuk melihat di mana mereka tinggal sebagai ladang misi mereka. Bagaimana orang menjangkau tetangga dan melibatkan mereka? Gereja harus bersaing dengan musim yang mendekat, yang seringkali berarti beberapa kebaktian gereja terbesar.

Musim yang sangat besar bagi keluarga dan anak-anak kita. Seperti halnya sistem sekolah memiliki jalur untuk makanan bagi anak-anak, kita belum membuatnya. Tetapi ada kemungkinan nyata bahwa kita akan menciptakan sesuatu di dalamnya. Kita tidak dapat berkumpul dalam kelompok untuk beribadah, tetapi kita dapat menyatukan sesuatu untuk anak-anak dan manula kita dengan anggota keluarga di dalam mobil, dapat berkendara dan mengambil beberapa barang. Belum selesai, tetapi carilah contoh model di masyarakat, seperti Sekolah yang memperkenalkan itu untuk makanan, dan orang lain yang akan melakukan hal-hal inovatif.

Hal besar bagi gereja-gereja Kristen untuk benar-benar membungkus pikiran mereka adalah jika ini terus berlanjut. Betapa mengganggu itu karena kita terbiasa mengadakan kebaktian hari Minggu yang dihadiri. Bagaimana Anda melakukan hari Minggu secara virtual? Berbicaralah setiap hari.

Gereja memiliki beberapa sumber daya untuk mendukung secara finansial mereka yang membutuhkan, tetapi LEMSAKTI menerima sumbangan di situs ini. Banyak kelompok masyarakat, bukan  hanya Kristen, yang terus menerus mengajukan permohonan bantuan kepada LEMSAKTI. Kalau ada dana tentu kami berikan. Kalau tidak ya, kami berdoa semoga Tuhan memberi jalan keluar mengisi dan memenuhi kebutuhan mereka. Dalam nama Yesus. amin

Kami ingin melayani dan membantu orang-orang ketika mereka menemukan diri mereka dalam kebutuhan semacam. Bagi Anda yang tergerak dapat memberi dengan menandai sumbangan mereka sebagai 'misi covid-19' di sana. Kami akan menyalurkan sesuai keinginan Anda atau prioritas kami. Silahkan sampaikan keinginan Anda melalui Formulir Kontak atau langsung transfer ke nomor rekening yang tertera di sebelah kanan bagian atas halaman ini. Mari merayakan kekuasaan Yesus atas segalanya.