GEREJA SELAMA dan SETELAH WABAH VIRUS CORONA BERLALU
Hagai 2:6
Sebab inilah firman Tuhan semesta alam: Sekali lagi, sebentar
lagi, Aku akan mengguncangkan langit dan bumi, dan lautan serta daratan.
Beberapa hari yang
lalu seorang Saudara, salah satu Ketua Sinode Gereja di Indonesia yang berpusat
di Jakarta bertanya kepada saya. “Bro, menurut prediksi Anda, kapan pandemic covid-19
ini selesai?” Secara spontan saya jawab, “Dalam tiga bulan ini kegiatan seperti
sebelumnya akan dimulai secara bertahap, tetapi belum normal sepenuhnya”. Dia mengacungkan
dua jempol untuk “nubuatan” saya.
Saya teringat saat
krisis multi dimensi menimpa Indonesia tahun 1998. Waktu itu, atas nama AYUB:
Asosiasi Yayasan Untuk Bangsa, saya dan teman-teman menyelenggarakan Seminar
bertema “TEROBOSAN KEUANGAN” dengan mendatangkan pembicara dari Singapore yang
saya dampingi sebagai Moderator. Waktu itu seorang peserta bertanya “Bagaimana
saya mengetahui jawaban doa saya, apakah itu Suara Tuhan atau bukan?” Sang
Pembicara menjawab “suara pertama itu suara Tuhan, berikutnya suara Iblis atau
suara manusia”.
Spontanitas sering
keluar dari mulut seseorang. Bagi yang hidupnya “kudus” di hadapan Tuhan, maka
spontanitas seperti itu selalu datangnya dari Tuhan. Tetapi, kalau dia sudah “menyimpang”
dari jalan Tuhan, maka walaupun dia tahu itu suara Tuhan, maka dia tidak akan
mematuhinya…namun dia percaya.
Bagaimana dengan
Anda? Apakah Anda yakin wabah covid-19 akan berakhir dalam tiga bulan ini?
Terlepas dari
jawaban Anda, saya ingin mengajak Anda melanglang buana ke gereja saat ini dan ke
masa depan, membicarakan apa yang akan terjadi dengan kehidupan gereja setelah
wabah ini berlalu. Kita mau melihat kehidupan gereja yang berdampak terhadap
KeKristenan secara umum.
Penurunan Aktivitas Gereja
Dengan gereja-gereja
secara nasional menutup pintu mereka dan memilih untuk layanan live streaming
selama pandemi COVID-19, kantong kolekte semakin dilewati. Tidak ada kolekte
yang terjadi, tidak dalam pengertian tradisional.
Menurut jajak
pendapat baru-baru ini yang melibatkan 1.000 gereja di seluruh 50 negara
bagian, di Amerika Serikat, lebih dari enam dari 10 gereja telah melihat penerimaan
persembahan mereka menurun ke berbagai tingkat selama penguncian dalam
menanggapi coronavirus.
Jajak pendapat baru
"State of the Plate", yang diambil antara 8-20 April 2020, menemukan
bahwa:
ü
34 persen gereja
yang disurvei telah melihat persembahan mereka menurun sebanyak 20 persen.
ü
Sembilan persen
terlihat mengalami penurunan dramatis, sebanyak 75 persen.
ü
65 persen
terlihat mengalami penurunan sejak pertengahan Maret ketika gereja-gereja
berhenti mengadakan pelayanan pribadi.
Bagi para pendeta
dan staf gereja, akan mengalami hari-hari yang sulit di masa depan karena lebih
banyak anggota keluarga gereja yang diberhentikan atau mengalami penurunan
pendapatan.
Perjuangan keuangan
yang dihadapi begitu banyak pendeta dan keluarga mereka serta perbedaan yang
luar biasa terjadi, ketika sebuah jemaat menunjukkan kepada mereka bahwa mereka
mengharapkann Pendeta mereka ada untuk mereka sepanjang jalan. Sekarang itu
sulit terjadi.
Survei State of the
Plate mengungkapkan:
ü
34 persen gereja
melaporkan penerimaan telah turun 10-20 + persen.
ü
22 persen
melaporkan penurunan 30-50 + persen.
ü
9 persen
mengatakan mereka melihat penurunan 75 persen atau lebih dalam persembahan
gereja mereka.
ü
27 persen gereja
melaporkan bahwa persembahan stabil.
ü
8 persen
melaporkan penerimaan persembahan telah meningkat.
Menurut penelitian
nasional dari National Association of Evangelicals, LifeWay dan InTrust,
sebagian besar pendeta dan keluarga mereka beroperasi dengan sumber daya
keuangan yang terbatas:
ü
90 persen pendeta
merasakan tekanan keuangan.
ü
50 persen
menghasilkan kurang dari $50.000 per tahun sambil melayani gereja mereka 50-60 jam,
atau lebih, per minggu.
ü
Hampir 60 persen
pendeta tidak menerima manfaat pensiun atau perawatan kesehatan dari gereja
mereka.
ü
3 dari 10 pendeta
memiliki hutang pinjaman rata-rata $36.000.
Bagi orang dunia
mereka ini (90% atau lebih) pendeta adalah orang bodoh yang memahami bible
tidak secara holistic? Setidknya mereka tidak paham cara menghasilkan uang
secara berkelanjutan? (pemalas? Amsal 6:6; kurang cerdik? Lukas 16:8; tidak
menabur uang jadi tidak menuai uang? Gal 6:7) Kalau pendetanya saja begini,
anggota jemaatnya mau bagaimana?
COVID-19 Dapat Mendorong Gereja Menuju Perubahan
Beberapa pemimpin
gereja mengatakan perubahan yang didorong oleh krisis mungkin layak
dipertahankan setelah berlalu. Kita menerapkan perspektif post-coronavirus
bahwa hidup ini rapuh dan hidup itu acak.
Kita (Pemimpin Gereja,
manusia) tidak memegang kendali. Mereka ingin mengendalikan gereja. Mereka
ingin mengendalikan Tuhan. Mereka ingin saling mengendalikan. Mengendalikan
adalah perspektif pra-coronavirus.
Teknologi telah
memainkan peran paling nyata bagi gereja dalam mengatasi pandemi. Anggota staf
baru membantu dalam pelayanan virtual. Mereka akan membiarkan orang itu tetap
pada post-coronavirus staf. Apakah mereka dibayar?
Kalau gereja ingin
memperluas ke seluruh dunia, terutama gereja yang berbasis kota yang anggotanya
sementara, datang ke gereja selama tiga atau empat tahun, kemudian mereka
pindah, dan kadang-kadang mereka kesulitan menemukan gereja baru. Inilah
caranya gereja seperti GKI berkembang, ketika pindah dia mencari teman gereja
lamanya dan mulai mendirikan bakal pos jemaat (Bajem). Gereja lama yang
wilayahnya secara ekonomi tidak berkembang lagi, anggotanya berkurang.
Gereja banyak yang
telah mengalami kesuksesan dengan memindahkan kelompok-kelompok kecil online,
dan juga membentuk kelompok rantai doa yang baik-baik saja. Misalnya Gereja
Mawar Sharon Surabaya, sebelum membuka cabang gereja dalam gedung, mereka
melayani secara online.
Visualisasi sebuah
gereja virtual dengan anggota di seluruh dunia, dengan mungkin sebuah acara
mudik tahunan yang diselenggarakan di tempat kudus gereja asalnya. Teknologi pelayanan
gereja
menempatkan sumber
daya lebih banyak pada orang daripada properti. Strategi untuk membantu orang
beriman menata kembali membuka ruang pelayanan mereka.
Pandemi ini, mendorong
pemimpin gereja bagaimana lebih jauh menekankan pendanaan lebih diarahkan pada
orang daripada property. Tidak usaha bangun gedung gereja terus-terusan,
bangunlah murid Yesus. Ini adalah waktu dalam kehidupan pribadi kita untuk
belajar. Apa yang harus saya lepaskan? Ini juga memanggil kita sebagai gereja untuk
mengajukan pertanyaan yang sama.
Konsep seperti itu
bisa menjadi penjualan yang sulit bagi banyak gereja.
Ada gereja yang
menjadi tuan rumah pelajaran Alkitab menggunakan Facebook dan telah memulai
saluran doa telepon untuk anggota gereja yang secara teknis tidak paham. Jadi saatnya
gereja disiapkan untuk layanan dan pertemuan online.
Meskipun struktur
untuk layanan online sudah ada ketika pandemi terjadi, budaya kota mungkin tidak
kondusif dalam jangka panjang dengan konsep seperti gereja virtual. Ada gereja
khususnya di Negara Asia dan Afrika memiliki budaya yang sangat ramah. Ini
mendesak terhadap budaya sosialisasi yang sangat ramah yang membuat kota-kotanya
menjadi kota internasional.
Paskah 2020 adalah
pertama kalinya dalam sekitar 60 tahun (atau lebih kurang) orang-orang tidak
secara fisik menghadiri kebaktian gereja. Ada beberapa orang yang melakukan
streaming langsung, ada orang-orang yang melakukan pra-rekaman ibadah dan
kemudian memutarnya di Facebook, terutama Youtube dan menayangkannya melalui
gereja online pada jam yang ditentukan.
Membandingkan
COVID-19 dengan 9/11 dan Perang Dunia II, mungkin tidak ada jalan kembali ke
tempat gereja itu sebelum pandemi. Buku pedoman pelayanan gereja yang kita
miliki sekarang akan menjadi tidak relevan. Kita memiliki masa depan yang
berbeda di depan kita. Kita sekarang harus mulai membayangkan seperti apa itu
nantinya.
Dunia online jauh
dari sempurna. Bisa saja jadi penyangga. Pencahayaannya tidak selalu bagus.
Tapi mereka terhubung dengan cara yang membuat perbedaan besar bagi
orang-orang. Kita memberitakan Injil. Jadi kita kembali ke jauh sebelumnya,
ketika kita berkumpul di sudut-sudut jalan. Ini adalah sudut jalan baru kita.
Jika lebih banyak
koneksi gereja pindah ke dunia virtual, keuangan mungkin menjadi masalah. Ini
adalah masalah besar secara finansial bagi gereja-gereja ketika jemaat tidak
berkumpul. Meskipun beberapa gereja mengatakan menerima persembahan terus, pada
titik tertentu bahwa itu tidak akan terjadi lagi. Terutama gereja yang baru
menyewa mal atau ballroom hotel atau membangun gedung baru dengan uang
pinjaman. Ya, pasti mereka ketar ketir. Jangankan untung, mereka malah buntung.
Jemaat tidak datang, uang masuk tidak ada, biaya terus berjalan. Mana tahan? Lihat
hasil jajak pendapat di atas.
Realitas baru ini
membuat kita memahami betapa pentingnya hubungan manusia sesungguhnya. Betapa
pentingnya berada di ruang bersama sebenarnya. Bagi gereja tertentu, itu bukan
saja tempat pengajaran agama, tetapi juga tempat keselamatan, tempat untuk
hidup sesungguhnya. Itu telah menjadi tempat penegasan dan kelangsungan budaya.
Ini telah menjadi tempat untuk menemukan diri Anda. Semua itu sekarang
ditantang oleh apa yang ada di bawah kita. Gereja itu harus menjadi tempat
mewujudkan perintah Tuhan dalam Alkitab: berlipat ganda penuhi bumi, usahakan
dan pelihara bumi, tanam rawat dan tuai, kasih makan orang lapar, kasih baju
orang telanjang, kunjungi orang di penjara, kasih minum orang haus, beri
kelegaan kepada orang yang merasakan letih lesu dan berbeban berat, jadikan
semua bangsa murid Yesus, ajarkan semua murid mematuhi Yesus, saling bertolongtolongan
untuk memenuhi hukum Kristus, tegakkan kebenaran dan keadilan, dan seterusnya,
silahkan baca alkitab Anda.
Mereka yang tidak
sering terlibat dalam pengaturan digital harus melakukan transisi untuk
mendengar khotbah. Gereja menawarkan streaming langsung melalui media sosial
seperti Facebook Live atau YouTube, serta platform mereka sendiri.
Langkah pertama untuk
benar-benar bergerak maju adalah menyadari rasa kehilangan, dan menamakannya
apa adanya. Namanya adalah kesedihan. Itu yang pertama. Kedua adalah mampu
menciptakan, jadilah kreatif. Dengan kemampuan terbaik Anda, cara-cara
keterhubungan yang berkelanjutan, dan meningkatkan teknologi untuk benar-benar
dapat melakukan itu.
Gereja harus
memperlengkapi orang-orang yaitu anggota jemaatnya untuk saling memperhatikan
dan melayani satu sama lain, yang bukan hal baru dalam hal komunitas Kristen. Itu
sudah ada sejak jaman 12 Rasul, hanya perlu ditingkatkan. Orang-orang akan
didorong untuk melakukan itu. Gereja khususnya harus berada dalam komunikasi
yang hebat dengan populasi senior. Mereka didukung, dan bahwa senior tahu
bagaimana mengakses teknologi untuk bergabung dengan semua gereja, jangan
karena gaptek mereka jadi menghilang.
Gereja-gereja yang
tidak memiliki kemampuan untuk streaming langsung atau menghasilkan konten
digital dapat menjangkau anggotanya dengan belajar dan minta tolong pada gereja
yang besar. Kalau gereja itu tidak mau membantu doakan, tetapi yang terpenting
surati ke Presiden, DPR, Menteri Agama, PGI, PGLII, PGPI, atau minta anak muda
untuk menguploadnya ke medsos atau hubungi redaktur televisi. Intinya kreatiflah,
utamakan menghubungi manusia yang lain, karena teknologi ini ciptaan manusia. Jangan
berharap terlalu banya ke surga dalam hal ciptaan manusia. Urusan manusia
serahkan pada manusia, urusan Tuhan serahkan pada Tuhan.
Jika ada komunitas
yang lebih kecil yang mungkin tidak memiliki sumber daya seperto yang dimiliki
oleh gereja yang lebih besar, pasti ada yang ingin mencoba untuk membantu mereka
juga. Jika kita dapat membantu mereka mengeluarkan kesaksiannya, kita tentu
ingin melakukan itu. Misalnya, LEMSAKTI dapat membantu membuat dan mengupload
ke youtube dan medsos lainnya, termasuk menayangkan di situs-situs yang
terkait. Mereka dapat menjangkau saya, jika mereka mau, dan kami dapat
menghubungkan mereka dengan seseorang yang dapat membantu mereka dalam hal
menavigasi bagian teknologi. Hubungi LEMSAKTI
melalui Formulir Kontak.
Bagaimana kita
membuat teknologi itu tersedia bagi mereka atau melatih orang-orang mereka?
Percakapan itu terus-menerus terjadi. Transisi
teknologi sebagai peluang untuk ekspansi. Kami melihatnya sebagai kesempatan
untuk menumbuhkan gereja, bukan dari sudut regresi. Ada beberapa komunitas yang
telah beribadah online selama bertahun-tahun, dan tentu saja kami akan mencari
komunitas-komunitas itu untuk bimbingan, dan berusaha belajar dari pengalaman
mereka. LEMSAKTI sendiri sejak tahun lalu sudah menguji coba ibadah online. Silahkan
kunjungi di https://www.lemsakti.net/p/gereja-online.html
Menciptakan
konektivitas anggota-ke-anggota di seluruh wabah coronavirus sama pentingnya
dengan memfasilitasi koneksi gereja-ke-anggota. Meningkatkan platform panggilan
konferensi video yang berbeda, seperti Zoom, Google atau aplikasi Telkom untuk
menjangkau lebih banyak orang. Hubungan yang dipupuk melalui kelompok-kelompok
kecil gereja tetap menjadi kunci selama COVD-19 untuk melanjutkan apa yang
digambarkan sebagai "kepedulian, pemuridan, persekutuan dan
penjangkauan." Bukankah Yesus sudah memberitahu, bahwa kita akan melakukan
hal yang belum dilakukan Yesus pada waktu Dia melayani di Israel? Inilah saat
itu.
Setelah semuanya
sedikit rileks dan tidak lagi berkumpul [maksimal sesuai ketentuan] misalnya 10
orang, atau tinggal di rumah Anda, mereka masih dapat saling menjaga. Orang perlu
untuk melihat di mana mereka tinggal sebagai ladang misi mereka. Bagaimana
orang menjangkau tetangga dan melibatkan mereka? Gereja harus bersaing dengan
musim yang mendekat, yang seringkali berarti beberapa kebaktian gereja terbesar.
Musim yang sangat
besar bagi keluarga dan anak-anak kita. Seperti halnya sistem sekolah memiliki
jalur untuk makanan bagi anak-anak, kita belum membuatnya. Tetapi ada
kemungkinan nyata bahwa kita akan menciptakan sesuatu di dalamnya. Kita tidak
dapat berkumpul dalam kelompok untuk beribadah, tetapi kita dapat menyatukan
sesuatu untuk anak-anak dan manula kita dengan anggota keluarga di dalam mobil,
dapat berkendara dan mengambil beberapa barang. Belum selesai, tetapi carilah
contoh model di masyarakat, seperti Sekolah yang memperkenalkan itu untuk
makanan, dan orang lain yang akan melakukan hal-hal inovatif.
Hal besar bagi
gereja-gereja Kristen untuk benar-benar membungkus pikiran mereka adalah jika
ini terus berlanjut. Betapa mengganggu itu karena kita terbiasa mengadakan
kebaktian hari Minggu yang dihadiri. Bagaimana Anda melakukan hari Minggu secara
virtual? Berbicaralah setiap hari.
Gereja memiliki
beberapa sumber daya untuk mendukung secara finansial mereka yang membutuhkan,
tetapi LEMSAKTI menerima sumbangan di situs ini. Banyak kelompok masyarakat,
bukan hanya Kristen, yang terus menerus
mengajukan permohonan bantuan kepada LEMSAKTI. Kalau ada dana tentu kami
berikan. Kalau tidak ya, kami berdoa semoga Tuhan memberi jalan keluar mengisi
dan memenuhi kebutuhan mereka. Dalam nama Yesus. amin
Kami ingin melayani
dan membantu orang-orang ketika mereka menemukan diri mereka dalam kebutuhan
semacam. Bagi Anda yang tergerak dapat memberi dengan menandai sumbangan mereka
sebagai 'misi covid-19' di sana. Kami akan menyalurkan sesuai keinginan Anda
atau prioritas kami. Silahkan sampaikan keinginan Anda melalui Formulir Kontak
atau langsung transfer ke nomor rekening yang tertera di sebelah kanan bagian
atas halaman ini. Mari merayakan kekuasaan Yesus atas segalanya.