Rabu, 23 Agustus 2017

EKONOMI KERAKYATAN, Catatan 1

EKONOMI KERAKYATAN, Catatan 1
Mahli Sembiring

Sistem ekonomi adalah cara suatu negara mengatur kehidupan ekonominya dalam rangka mencapai kemakmuran. Pelaksanaan sistem ekonomi suatu negara tercermin dalam keseluruhan lembaga-lembaga ekonomi yang digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sistem perekonomian negara dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain ideologi/falsafah hidup bangsa, sifat dan jati diri bangsa, serta struktur ekonomi.

Bung Hatta telah menunjukkan kedudukan ekonomi rakyat yang terjepit oleh pengaruh kapitalisme kolonial yang menyengsarakan rakyat – Bung Hatta-lah yang pertama kalinya menggunakan istilah “ekonomi rakyat” (Daulat Ra’jat, 20 November 1931). (Daulat Ra’jat, 10 Januari 1934) Hatta menulis “Ekonomi Rakyat dalam Bahaya”, konsisten dengan peringatannya yang ia tulis pada tahun 1931.

Pada tahun 1934, Bung Hatta sebagai salah seorang pendiri Republik Indonesia menulis “Ekonomi Rakyat dalam Bahaya. Tulisan Bung Hatta ini telah menjadi dasar konsep ekonomi kerakyatan sebagai tandingan untuk mengenyahkan sistem ekonomi kolonial Belanda yang didukung/dibantu oleh kaum aristokrat dalam sistem feodalisme di dalam negeri dan pihak-pihak
swasta asing tertentu sebagai komparador pihak kolonial Belanda. Usaha untuk mengenyahkan sistem kolonial ini adalah landasan utama perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia. Orang yang memahami sejarah ekonomi Indonesia harus mengetahui bahwa penjajahan Belanda di Indonesia di bidang ekonomi berintikan modal kolonial (koloniaal-kapitaal) yang bermula dari kolonialisme VOC dan cultuurstelsel, pelaksanaan Undang-Undang Agraria 1870 sampai beroperasinya investasi swasta asing lainnya dari benua Barat (Hatta, 1931).

Bung Hatta mengemukakan keadaan struktur sosial-ekonomi pada zaman kolonial Belanda di Indonesia yang menunjukkan golongan rakyat pribumi yang merupakan mayoritas menempati stratum terbawah dalam struktur sosial-ekonomi. Ekonomi rakyat di mana massa pribumi menggantungkan hidup mereka berada dalam posisi tertekan sebagai stratum terbawah dalam konstelasi ekonomi.


Observasi Hatta secara jelas menghendaki suatu reformasi sosial agar pelaku-pelaku ekonomi rakyat dapat berperanan atau punya posisi tawar yang kokoh dalam hubungannya dengan para pelaku sektor ekonomi modern dengan konco-konconya yang secara langsung melakukan proses eksploitasi (para pedagang pengumpul, tengkulak, rentenir, elit pedesaan – dengan dukungan camat, polisi, Koramil, para pengusaha warung, preman-preman dan para jagoan di desa-desa dan lain-lain). Reformasi sosial ini mengandung pengertian koreksi terhadap dialektik hubungan ekonomi secara fundamental sehingga diperoleh hubungan ekonomi yang adil antara pelaku ekonomi di dalam masyarakat. Sampai sekarang, Indonesia tidak melakukan suatu reformasi social sehingga dialektik hubungan ekonomi antara para aktor ekonomi kuat dengan para aktor ekonomi lemah tetap seperti yang telah berlangsung sejak zaman kolonial Belanda (Sritua Arief, 1995 dan Lukman Soetrisno, 1995).