EKONOMI KERAKYATAN Catatan
7
Mahli Sembiring
Terpuruknya
perekonomian nasional akibat krisis memang disebabkan banyak faktor, di antaranya
adalah:
- kuatnya intervensi negara atau
- dalam sistem politik yang tidak demokratis,
- telah mengahasilkan “kegagalan pemerintah” atau government failure (Saidi, 1998:171) dalam
- bentuk praktik KKN, di samping
- pola kebijakan ekonomi yang cenderung kapitalistik yang
- menyebabkan fundamen perekonomian nasional menjadi keropos.
Sistem politik
korporatis yang diterapkan pemerintah orde baru telah menyuburkan praktik
ekonomi yang klientelistik, tidak transparan dan manipulatif. Sehingga yang
dibutuhkan pada waktu itu adalah memeriksa kembali asumsi dasar perekonomian
yang selama ini kita percayai dan mencoba memikirkan ulang tentang sistem
ekonomi alternatif yang lebih mengutamakan pemerataan kue pembangunan secara
lebih demokratis, jujur dan transparan. Karena bagaimanapun juga yang menduduki
ranking tertinggi korban krisis ini adalah rakyat Indonesia, di luar
pemerintahan dan swasta.
Pada dasarnya
strategi sistem ekonomi Indonesia pasca kemerdekaan cenderung menggunakan model
atau sistem ekonomi neo-keynesian (Saidi, 1998: 74). Dimana penekanan terletak
pada pentingnya pertumbuhan ekonomi dangan sebuah “dorongan kuat“ adanya driver atau leading sector dan direncanakan secara tersentralisasi melalui
mekanisme pasar (liberal). Akibat terlalu kuatnya “dorongan eksternal”
menjadikan Indonesia menjadi kelompok negara pengutang terbesar di dunia.
Sehingga dari kebijakan yang kapitalistik tersebut menyebabkan Indonesia
terjebak serta menjadi korban dari sistem kapitalisme internasional itu sendiri
(Mubyarto, 1999: 2-3).
Ada kecenderungan sistem
ekonomi kerakyatan yang telah diperjuangkan oleh The Founding
Fathers Republik
Indonesia akan ditinggalkan oleh pemerintah pada waktu itu (Pemerintahan Rezim
Suharto). Ada kecenderungan untuk meninggalkan demokrasi ekonomi dalam arti
kata yang sebenarnya. “Demokrasi politik” telah dijadikan wahana untuk
memperalat rakyat dan kembali menjadi tumbal keserakahan dan kesombongan krooni
penguasa (pengusaha serakah yang menjadi konglomerat) saat itu.
Indonesia yang merdeka
dapat dikatakan merupakan replika dari Indonesia yang terjajah pada zaman
kolonial Belanda. Indonesia terus merupakan pemasok surplus ekonomi yang setia
kepada pihak asing. Elit kekuasaan dan para birokrat telah berperanan langsung
atau tidak langsung sebagai kolaborator terpercaya dan setia dalam mendukung
kepentingan kelompok kuat. Sebagian dari surplus ekonomi yang diraih kelompok
kuat dalam proses tukar-menukar dengan kelompok lemah ikut dinikmati oleh elit
kekuasaan dan para birokrat sebagai imbalan untuk peranan mereka yang mendukung
kepentingan kelompok tersebut. Dukungan itu berupa alokasi sumber daya dalam
bentuk perijinan dan perlindungan dari aparat serta oknum-oknum, dan mereka ini
diberi imbalan berbagai kenikmatan dari bentuk uang, barang sampai perlakuan
istimewa lainnya.
Ini menunjukkan bahwa
pemerintahan pada waktu itu tidak memihak kepada rakyat banyak, terutama rakyat
yang tertindas. Surplus ekonomi yang membesar untuk kelompok kuat beserta
pendukung-pendukungnya
atas korban kelompok lemah yang merupakan mayoritas akhirnya membentuk
lingkaran kemiskinan yang tak berujung bagi kelompok lemah. Inilah masalah
mendasar kelompok lemah. Inilah masalah mendasar yang dihadapi oleh ekonomi
rakyat Indonesia. Jadi rakyat Indonesia miskin dan lemah karena memang
dimiskinkan oleh Negara bekerjasama dengan swasta asing dan nasional. Negara telah
menjajah rakyatnya.