BAGAIMANA GEREJA
DAPAT MENGHASILKAN BANYAK SUMBER PENDAPATAN
Persepuluhan dan
persembahan tidak akan lagi cukup untuk menopang gereja yang sehat. Jemaat
mencari alternatif seperti menciptakan bisnis nirlaba untuk menghasilkan lebih
banyak pendapatan.
Saat ini, sangat
sedikit, kurang dari 5 persen gereja berpikir tentang masa depan, yaitu
gangguan ekonomi yang akan datang. Salah satu masalah sosiologis yang dihadapi
gereja-gereja yang akan mengarah pada penurunan persepuluhan dan persembahan,
adalah populasi yang berubah dengan cepat.
Menjelang 2030-an,
populasi akan menurun di Negara-negara maju karena lebih sedikit bayi yang
dilahirkan. Dengan populasi yang menua, banyak pengunjung gereja yang lebih tua
hari ini akan menua dari angkatan kerja. Mereka memiliki lebih sedikit uang
untuk diberikan kepada gereja-gereja mereka. Sekitar 75 persen dari kekayaan
dalam kekristenan saat ini dipegang oleh orang-orang yang berusia 65 tahun atau
lebih. Penyebabnya sebagian besar gereja dibangun di atas model transaksional. Idenya
adalah untuk mendapatkan lebih banyak puntung di kursi. Karena lebih banyak
puntung di kursi, lebih banyak uang di piring. Hari-hari seperti itu segera menghilang.
Generasi Millenial
dan Gen X dan mereka yang datang setelahnya tidak memikirkan uang. Tidak memberikan uang seperti boomer, orang
tua lakukan. Gen M dan X lebih rasional. Mengapa memberikan 10% penghasilan +
4x seminggu + 2x +++ ke gereja hanya untuk datang seminggu sekali mendengar dan
menyaksikan acara selama 1,5 sd 2 jam? Bukankah khotbah dan pengajaran Alkitab yang
lebih hebat tersedia di Media Sosial dengan biaya gratis? Banyak acara
keagamaan bisa diikuti dari tempat tidur, bahkan tidak perlu report membersihkan
dan make up diri. Semuanya dapat diperoleh dengan gratis. Tidak perlu buru-buru
hingga tidak kebagian tempat parkir. Bukankah gereja online sudah tersedia
setiap saat 24/7? Bukankah pelayanan pernikahan, penguburan, doa, pelayatan,
konseling dan lain-lain yang selama ini disediakan oleh gereja sekarang dapat
dipesan dengan cepat melalui aplikasi online? Untuk apa datang ke gedung
gereja? Saya tidak mau dibodohi oleh perasaan saya dan iman yang tidak pernah
terbukti seperti yang diajarkan gereja selama ini. Hai gereja, sadarlah, dan
bersiaplah dengan gangguan zaman.
Masalah lain adalah
munculnya kecerdasan buatan yang mengambil pekerjaan dari orang-orang. Artificial
Intelligence (AI) , kecerdasan buatan, pada tahun 2030, akan mengambil 12
hingga 22 persen pekerjaan di dunia dalam 12 tahun ke depan. Itu statistik Universitas
Oxford.
Contoh pendeta dari
sebuah gereja di Baltimore, Maryland, kehilangan $100,000 semalam ketika
perusahaan yang berbasis di Baltimore, Under Armour, memecat 400 orang. Karena
itu, gaji pendeta dan anggaran gereja berkurang dan sejumlah program gereja
dipotong. Bukannya 400 orang itu tidak akan bisa mendapatkan pekerjaan atau
sumber penghasilan lain, tetapi masalahnya adalah seberapa cepat itu terjadi.
Secara eksponensial
lebih banyak keluarga di Negara Maju saat ini bergantung pada dua atau lebih
aliran pendapatan daripada beberapa dekade lalu. Gereja harus mencari cara
untuk menghasilkan berbagai sumber pendapatan. Gereja Negara Maju di abad ke-20
hidup seolah-olah dari satu gaji - persepuluhan dan persembahan – untuk
membiayai semuanya. Kita harus mengganggu cara kita berpikir tentang apa yang
kita branding.
Di Mosaic Church,
mereka memiliki anggaran tahunan sekitar $1,2 juta. Hanya 70 persen dari
anggaran itu berasal dari persepuluhan dan persembahan sedangkan sisanya
dihasilkan melalui "ekonomi pintar." Gereja-gereja
"mengganggu" harus berdiri dengan tiga kaki: keadilan spiritual,
keuangan dan sosial. Namun, banyak gereja saat ini hanya berdiri di atas kaki
spiritual. Sayangnya spiritualnyapun tidak berdaya, kebanyakan omong kosong.
Orang yang setiap minggu diberi “omongan (baca: khotbah)” hasilnya sama saja:
dahulu (anak), sekarang (dewasa), dan selamanya (almarhum). Tidak ada bedanya
orang Kristen dengan penyembah berhala. Hanya orang bodoh yang mau memberi
kepada gereja seperti itu.
Gereja perlu bekerja
untuk mengakhiri segregasi di gereja dan menyelesaikan masalah keadilan yang
berdampak pada komunitas lokal mereka sendiri. Selain itu, gereja perlu menjadi
inovatif dalam hal menghasilkan pendapatan. Walaupun gereja Anda kaya, tetapi
anggota jemaat Anda mungkin banyak yang perlu kemapanan dan kematangan sumber
penghasilan. Mereka butuh dukungan dari anggota lain, tetapi tidak memiliki
akses, meminta bantuan gereja mereka segan. Dalam hal ini gereja yang harus
proaktif.
Kaki kedua adalah
bagaimana mengintegrasikan. Kita perlu mengintegrasikan saksi yang mengganggu
dalam komunitas lokal kita untuk memajukan keadilan sosial, belas kasih dan pemberdayaan
masyarakat dengan menciptakan satu payung nirlaba. Ini juga berdarah (mengambil
sumber daya) ke ekonomi dan mengapa Anda melakukan ini.
Mulai organisasi
nirlaba yang terpisah. Pikirkan ini sebagai dua saudari yang tinggal di rumah
yang sama yang berbagi sumber daya, membagi biaya, saling silang. Anda
memindahkan kerja belas kasih dan keadilan Anda dari bawah anggaran gereja ke
dalam anggaran organisasi nirlaba. Anda tidak dapat mengukur jika itu di bawah
anggaran gereja. Ketika pekerjaan belas kasih dan keadilan Anda berada di bawah
sisi keadilan sosial Anda, gereja-gereja lain akan mengirimi Anda uang. Apakah
Anda tahu bahwa Gereja tidak menulis cek ke gereja lain. Tetapi jika Anda
mengatakan hei, "Saya punya program distribusi makanan yang merupakan
bagian dari Anggur dan Kawasan Kumuh Perkotaan," mereka akan mengirimi
Anda uang mereka. Mereka akan mengirimi Anda orang-orang sebagai sukarelawan.
Ini juga memenuhi syarat untuk hibah lokal, Pemerintah Kota/Provinsi dan Pusat.
Jadi Anda bisa mendorong wakil Anda di DPR/D untuk mengupayakan anggaran itu
menjadi nyata setiap tahun. Mengapa Anda membiarkan uang jemaat yang dibayar
melalui berbagai pajak masuk ke kas Negara kemudian mengucur keluar melalui anggaran
ke sektor lain yang tidak mendukung tugas pelayanan Gereja? Mengapa gereja
begitu ‘dungu’ (meminjam istilah Rocky Gerung), sehingga mencari aman di dalam
gedung gereja? Padahal ada Negara yang bertanggung jawab untuk itu. Negara perlu
diberdayakan.
Sebagai contoh:
beberapa kali terjadi bencana alam (banjir, gempa, gunung meletus, tsunami, dll)
yang memporakporandakan beberapa wilayah di Indonesia (misalnya). Manakah yang
gereja pilih:
1.
Mengumpulkan uang
dari jemaat kemudian menyerahkannya ke korban langsung (ini tidak mungkin
karena pasti ada pihak tertentu di sana yang menerima, apakah korlap, dll).
2.
Berkoordinasi
dengan semua gereja dan mendorong pemerintah mengambil tindakan nyata. Terus
melanjutkan dengan pemberdayaan masyarakat, menilai kondisi rohani mereka, dan
membuat pemberdayaan kehidupan (rohani) sampai mereka menjadi sumber
pemberdayaan berikutnya.
Jelas gereja memilih
nomor 1 dan hasilnya hanya berupa laporan telah diserahkan sejumlah bantuan
sebesar Rp…. Ini umumnya menjadi kesia-siaan dan merusak mental masyarakat.
Gereja berpikir dia sudah memberkati, tetapi sebenarnya menanam dosa. Mengapa?
Penerima itu biasanya korup dan menimbulkan sikap seolah gereja berkewajiban
membantu dengan menempatkan dirinya sebagai korban yang patut dibantu.
Seharusnya mereka dididik bila perlu “dipaksa” untuk cepat berdaya: mandiri
dengan modal dasar bantuan dari gereja. Memang tidak mudah. Tapi pasti ada
orang anggota jemaat yang siap untuk itu. Yang penting hasilnya akan manis dan
berbuah kembali yang manis.
Contoh: ketika
Gunung Sinabung meletus (erupsi) di Tanah Karo, Sumatera Utara, awalnya
berduyun-duyun orang memberikan bantuan khususnya sembako dan tenda. Untuk keadaan
darurat itu tindakan yang terpuji, saling membantu. Tetapi, ternyata erupsi
berlangsung bertahun-tahun. Tentu saja bantuan dan sumbangan berkurang, bahkan
berhenti di titik tertentu. Sementara korban harus meninggalkan kampung halamannya
karena sudah porak poranda dan berbahaya untuk dihuni kembali. Mereka ditampung
di hunian sementara (berupa tenda), kemudian meningkat beberapa yang beruntung
ke hunian tetap. Ada yang pergi pindah ke daerah lain karena memiliki rumah
lain atau tersedia di sanak kaluarga. Bahkan
ada yang pergi ke kota dan melakukan apa saja (termasuk menjajakan diri di Café)
supaya dapat bertahan hidup. Salah satu gereja yang besar di Jakarta
berinisiatif mengumpulkan dana untuk memberdayakan masyarakat yang ditampung di
hunian sementara. Dana gereja digunakan untuk menyewa lahan di tempat lain,
kemudian dibeli sarana produksi, untuk kemudian diserahkan ke warga korban
bencana. Selama masa budidaya dan belum panen, mereka dibekali dana untuk
mencukupi kebutuhan hidup. Hasilnya?
Ternyata setelah
LEMSAKTI dan MUKI selidiki, tidak semua bantuan yang diserahkan itu mengalir
sesuai tujuan awal. Bahkan Gereja dengan modal belas kasihan dan membantu sesama,
tidak memberikan hasil apa-apa dengan program pemberdayaan tersebut. Semua dana
jemaat untuk pemberdayaan ini jadi sia-sia, hangus begitu saja. Alasannya: Tim
atau Panitia dan mitra tidak memiliki cukup informasi sehingga tidak mampu
memprediksi apa yang akan terjadi. Ternyata seelah lahan diolah dan ditanami,
ketika menunggu hasil yang diharapkan, lahan tersebut disiram oleh abu vulkanik
yang panas sehingga menghanguskan semua tanaman. Tim Gereja terlalu semangat
sehingga terburu-buru melakukan kegiatan tanpa konsultasi yang cukup dengan
pihak berwenangan seperti BMKG dan BNPB serta pihak ahli dan berpengalaman
lainnya.. Kombinasi dua hal: mental korup pengelola lapangan di kemah
pengungsian dan faktor alam yang tidak diperhitungkan, gereja ini memutuskan
untuk berhenti dan tidak lagi memberikan bantuan lanjutan. Tinggallah pengungsi
yang telah menjadi korban bencana alam melanjutkan penderitaan mereka
karena menjadi korban mental korup dan
korban kecerobohan manusia yang berusah membantu tetapi kurang berhikmat. Dana,
tenaga, dan waktu berakhir dengan kekecewaan di semua pihak … semuanya
kesia-siaan, kata Pengkhotbah.
Gereja akan lebih
berdaya guna bila membuat gerakan yang mendorong Pemerintah tanggap cepat dan
tuntas. Karena itu tugas mereka. Untuk apa orang-orang di Pemerintah itu
dibayar kalau tidak bekerja? Gereja membantu pemerintah dengan aturan
perundangan yang ada supaya berfungsi dengan efektif dan nyata berdaya guna.
Jangan terhanyut kondisi darurat yang melestarikan tindakan darurat. Itu bukan
hal baru. Itu sudah sering dan sudah lama terjadi dan akan terjadi lagi. Karena
sudah berulang namanya kondisi normal, buka darurat lagi. Karena normal gereja
sudah sewajarnya mempersiapkan diri sehingga tidak ada darurat lagi. Jangan
terlalu egois dengan gereja sendiri, ajak gereja lain bersama-sama supaya
dampaknya lebih signifikan. Bermitra (partnership) denga pihak luas dalam
bentuk kehati-hatian akan memberikan dampak positif yang lebih signifikan
dibandingkan bekerja sendiri. Memang butuh waktu. Makanya perlu persiapan dan
antisipasi, jangan dadakan.
Kasus ini dapat
dikembangkan ke tingkat lebih luas: menjaga lingkungan dari kerusakan akibat
ulah manusia, menjaga perilaku warga taat aturan, mendorong warga berperilaku
nilai-nilai Pancasila, menjaga pemerintah tegas dan taat juga menegakkan
aturan. Membuat program mengurangi demonstrasi yang berujung pengrusakan
menjadi pemuda dan mahasiswa kreatif di berbagai bidang, menjadi kebutuhan
mendesak di kota-kota besar Indonesia. Gereja berhentilah diam saja. Berdoa
saja tidak cukup, jangan serahkan urusan itu kepada Tuhan. Tuhan sudah
menyerahkan urusan mengusahakan dan memelihara bumi ini kepada manusia sejak
zaman Adam. Penugasan itu masih berlaku sampai selama-lamanya, sampai bumi baru
turun dari surga. Jangan terlalu berharap Anda agar segera diangkat ke surga,
itu masih lama. Syarat dan ketentuan masih banyak belum terpenuhi. Yang
terpenting kita urus bumi ini sebagai bagian dari Kerajaan Surga, karena
manusia dan bumi diciptakan untuk manusia.
Ini adalah “langkah
cerdas secara ekonomi” dan memungkinkan gereja menunjukkan kepada dunia bahwa
gereja tertarik dengan apa yang terjadi di komunitas tempat mereka tinggal.
Gereja perlu memfokuskan dan memanfaatkan semua aset pada orang-orang yang
layak untuk itu. Contohnya mendorong Kementerian/Dinas Sosial menjalankan
program distribusi makanan melayani
orang setiap tahun dalam program mengubah status sosial mereka. Kecuali program
lain seperti untuk anak-anak yang berisiko. Ini sifatnya khusus. Program
nirlaba lain untuk bekerja dengan anak-anak yang bertambah tua dari sistem
asuh. Mengapa provokator lebih berhasil memobilisasi anak sekolah dan mahasiswa
dibandingkan dengan gereja? Hai gereja tunjukkan bahwa kamu memiliki kekuatan
dan kekuasaan dari Tuhan Yang Mahakuasa.
Dengan
memindahkannya keluar dari bawah anggaran gereja, gereja berpotensi menerima
lebih banyak dalam bentuk hibah setiap tahun. Jangan seperti aras gereja yang
ada di DKI Jakarta, hanya diam menerima manis seperti yang sudah-sudah dan
menyingkirkan atau menghalangi aktivis Kristen atau gereja lain untuk
mendapatkan hibah (Ini kasus di awal 2010an). Yang benar seyogiyanya aras itu
mengundang kerja sama semua orang Kriten dan gereja untuk semua berjuang
bersama mendapatkan hibah yang lebih besar dan meningkat setiap tahun dengan
menyuarakan melalui wakilnya di DPRD. Berhentilah sombong dan menganggap
lembaga sendiri yang paling berhak. Semua orang punya hak yang sama, tergantung
perjuangannya. Galanglah kerja sama dan tunjukkan kemampuan kita secara cerdas.
Ini ekonomi cerdas karena Anda tidak akan mendapatkan hibah itu jika itu di
bawah anggaran gereja Anda. Ingat
"keadilan dan ekonomi" adalah "penginjilan abad ke-21."
Ini tidak lagi
membawa Billy Graham ke kotamu. Pria yang luar biasa, luar biasa, kita semua akan
setuju. KKR tidak berhasil menambah petobat baru apalagi mendewasakan rohani.
Mereka hanya ingin sembuh, merasa nyaman, setelah itu mereka lupa dan kembali
seperti semula. Tapi itu abad ke-20. ...
Itu bukanlah bagaimana Anda memimpin orang kepada Kristus di abad ke-21. Anda
tahu bagaimana Anda melakukannya? Keadilan dan ekonomi. Ekonomi itu urusan
rumah tangga (oikumene). Ini adalah masa depan Gereja Negara Maju. Bukankah Indonesia
sudah diambang pintu Negara maju?
Yesus tidak
mengatakan biarkan aku mendengar kata-katamu. Dia berkata, biarkan mereka melihat perbuatan baikmu. Jika ada
waktu yang dibutuhkan masyarakat untuk melihat karya-karya bagus, sekaranglah
saatnya. Bawalah Yesus bersamamu ke istana Negara bertemu Presiden dan semua
Penyelenggara Negara, ke bioskop, ke mal, ke gedung pertunjukan, ke stadion,
dan kemana saja yang penting keluar dari gedung gereja.
Agar sebuah gereja
menjadi "mengganggu" dalam arti ekonomi, itu harus melakukan hal-hal
seperti:
1.
repurposing
properti,
2.
menciptakan
pekerjaan,
3.
menghasilkan
pendapatan pajak untuk masyarakat dan
4.
menempatkan
talenta anggota gereja untuk digunakan dengan cara yang tepat untuk melanjutkan
misi gereja.
Ada sebuah
pertanyaan atau pernyataan: Bagaimana Anda sebagai seorang pendeta atau Majelis
Jemaat, bagaimana gereja memanfaatkan asetnya? Aset itu adalah uang, orang dan
bangunan untuk memberkati masyarakat. Bagaimana kita memanfaatkan aset kita
untuk memberkati dan memajukan Kerajaan, memajukan kebaikan bersama, dan pada
saat yang sama menghasilkan pendapatan berkelanjutan untuk mengisi kas gereja?
Memanfaatkan Orang, Uang, Dan Bangunan
Gereja perlu
memaksimalkan properti yang mereka miliki. Contoh, Gereja Mosaic (sekarang
terletak di bekas toko K-Mart) menghasilkan pendapatan dengan menyewakan
sekitar setengah dari bangunan ke klub kebugaran sejak 2013. Klub kebugaran
membayar sekitar $8.000 per bulan untuk 50.000 kaki persegi. Alasan di balik
penyewaan bagian bangunan adalah untuk membantu mengimbangi $7.400 per bulan
yang dibayar gereja atas hipoteknya. Karena sewa dengan pusat kebugaran, 20
pekerjaan dan sekitar $26.000 pendapatan pajak diciptakan untuk masyarakat
setempat.
Cara lain untuk
menghasilkan pendapatan adalah gereja memonetisasi layanan yang ada. Sebagian
besar gereja membagikan kopi gratis pada hari Minggu untuk pengunjung gereja.
Untuk Gereja Mosaic, kopi harganya sekitar $3.000 per tahun. Meskipun beberapa
gereja mengeluarkan kendi sumbangan, mereka tidak pernah dibuat sepenuhnya utuh
dengan kopi yang mereka layani. Artinya uang yang keluar lebih banyak
dibandingkan persembahan masuk untuk kopi.
Untuk mengatasi
masalah ini, Mosaic mulai menjual biskuit sosis yang dibungkus dengan aluminium
foil yang dibeli di toko grosir di area kafenya. Upaya kewirausahaan tidak
hanya mengimbangi biaya kopi tetapi menghasilkan pendapatan tambahan yang
gereja berikan untuk beasiswa perkemahan musim panas kaum muda.
Mempertimbangkan
sebagian besar gereja lebih kecil dari rata-rata toko K-Mart. Gereja-gereja
kecil dapat melakukan hal-hal seperti menyewakan kantor atau ruang kelas yang
tidak digunakan kepada organisasi di daerah mereka yang mencari pilihan sewa
yang lebih murah.
Gereja-gereja juga
dapat menghasilkan pendapatan dengan menyewakan gedung mereka untuk acara-acara
seperti pernikahan atau ke gereja lain di daerah itu untuk beribadah pada
Minggu malam.
Beberapa gereja
mungkin mengizinkan gereja-gereja lain untuk menggunakan ruang ibadah mereka
secara gratis karena mereka percaya itu menjadi bagian dari
"pelayanan." Tetapi percayalah akan lebih bijaksana bagi
gereja-gereja itu untuk mulai mengenakan biaya. Tetapi jika Anda terus
melakukan itu, Anda mungkin tidak akan berada di sini dalam 10 tahun mendatang (bagi
yang menyewa gedung atau perkantoran). Jadi isi mereka sesuatu. Anda tidak
harus mendapatkan dolar tertinggi, tetapi dapatkan sesuatu. Gereja-gereja yang
lebih besar, mungkin memiliki peralatan cetak yang dapat digunakan untuk
menghasilkan uang.
Memulai Bisnis Nirlaba
Gereja dan
organisasi nirlaba lainnya diizinkan secara hukum untuk memulai perusahaan
nirlaba selama entitas nirlaba membayar bagian mereka dalam pajak. Selama laba
dari perusahaan kembali untuk mendukung gereja atau organisasi nirlaba yang
meluncurkannya.
Memulai entitas
nirlaba dapat menjadi hal yang menakutkan bagi para klerus (bagi pendeta
keluaran, pendeta kejadian biasanya datang dari kalangan bisnis). Para pendeta
tidak perlu sepenuhnya memahami bagaimana mengoperasikan bisnis. Mereka dapat
menempatkan tanggung jawab itu kepada orang awam di jemaat mereka dengan
pengalaman menjalankan bisnis. Ini juga membuka peluang kerja bagi anggota
jemaat.
Beberapa gereja juga
membayar layanan kebersihan. Sebaliknya, gereja dapat menciptakan bisnis
layanan kebersihan mereka sendiri dengan membayar karyawan. Membersihkan gedung
gereja sendiri, juga mengambil kontrak untuk membersihkan bangunan lain di
masyarakat. Kirim petugas kebersihan Anda ke komunitas. Mereka mendapat kontrak
di tempat lain. Mereka membersihkan gereja Anda secara gratis.
Beberapa orang
menghadapi masa keuangan yang sulit Karena hanya "bergantung pada
Tuhan" atau "memiliki iman". Hal-hal mungkin berbalik, Allah
memanggil gereja dan orang Kristen untuk menjadi pelayan yang baik dari apa
yang diberikan kepada mereka. Bukankah Yesus menceritakan kisah seorang tuan, yang
memberi satu orang lima talenta, dua ke yang lain, satu ke yang lain. Ketika
dia kembali, apa yang Dia katakan? … Ini lima Anda dan saya beri Anda lima
lagi. Yang kedua mengatakan ... Ini dua Anda dan saya membuat Anda dua lagi.
Apa yang dikatakan tuannya? Pelayan yang baik dan setia. Orang itu [yang 1
talenta] duduk di atas asetnya, dan dia dibuang.
Bedakan antara
bisnis sebagai dukungan pelayanan gereja dengan Bait Allah dijadikan sarang
penyamun. Jauh bedanya, jangan terburu-buru memvonis, nanti Anda dibuang.
15 Ide Penghasilan
untuk Gereja dan Kementerian/Pelayanan dan Organisasi Nirlaba
1.
Penerbitan Buku
2.
Hosting Acara
Langsung
3.
Hosting Acara
Virtual
4.
Pemasaran
Afiliasi
5.
Sponsor
Perusahaan
6.
Hibah
7.
Pemasaran
terkait-Penyebab sebagai Layanan
8.
Menyewakan
Fasilitas atau Aset
9.
Jasa
10. Produk
11. Diskon dan Potongan Pajak misalnya kerjasama dengan
LEMSAKTI.
12. Pemberian yang Direncanakan (Janji Iman)
13. Program Mitra dan Hadiah Utama
14. Sumbangan Offline dan Online
15. Perangkat Lunak sebagai Layanan