Senin, 25 November 2019

SAMPAH ATAU PERMATA 7 PRINSIP KERAJAN ALLAH TENTANG POTENSI DIRI


SAMPAH ATAU PERMATA 7 PRINSIP KERAJAN ALLAH TENTANG POTENSI DIRI

Tinjau prinsip-prinsip dari 7 artikel terakhir dalam blog ini:
• Tuhan menciptakan segalanya dengan potensi.
• Tidak ada dalam hidup ini yang instan.
• Segala sesuatu dalam hidup memiliki potensi untuk memenuhi tujuannya.
• Jangan puas dengan diri Anda sekarang.
• Jangan mati tanpa menggunakan potensi penuh Anda.
• Ancaman terbesar terhadap kemajuan adalah pencapaian sukses terakhir Anda.

SAMPAH ATAU PERMATA

Jadi Allah menciptakan manusia menurut gambarnya sendiri ... Allah melihat semua yang telah Dia buat, dan itu sangat baik (Kejadian 1: 27a, 31a).

Pematung tua itu berjalan ke rumahnya yang sederhana di luar pusat desa. Dalam perjalanannya ia melewati rumah putih besar milik pemilik perkebunan yang, bersama pekerja lapangannya, menebang salah satu pohon tua. Pematung tua itu tiba-tiba berhenti. Dia mendengar dari luar dinding suatu percakapan dengan nada tertarik, "Apa yang akan Anda lakukan dengan tunggul kayu yang dibuang itu?"

Pemiliknya menjawab, “Ini tidak baik untuk kayu bakar. Saya tidak menggunakan sampah ini."

Pematung tua itu mendatangi pemilik tunggul dan memohon sepotong kayu "sampah". Pemilik dengan senang memberikannya. Dengan hati-hati pematung tua mengangkat batang pohon yang diikat ke bahunya. Dengan senyum terima kasih, dia terhuyung-huyung berjalan ke kejauhan membawa hartanya yang memberatkan.

Setelah memasuki pondoknya, lelaki tua itu meletakkan sebatang pohon bergerigi di tengah lantai. Kemudian, dengan cara yang tampaknya misterius dan seremonial, dia berjalan mengitari apa yang disebut pemilik perkebunan itu “sampah tidak berguna.” Ketika lelaki tua itu mengambil palu dan pahatnya, sebuah senyuman aneh terbentuk di kulit wajahnya. Mulai memahat kayu, ia bekerja seolah-olah di bawah mandat untuk membebaskan sesuatu dari belalai yang sudah renta dan sudah lapuk.

Keesokan paginya, sinar matahari menemukan pematung itu tertidur di lantai pondoknya, memegangi burung yang diukir dengan indah. Dia telah membebaskan burung itu dari ikatan kayu rongsokan. Kemudian, setelah bangun, dia meletakkan burung itu di pagar beranda depannya dan melupakannya.

Beberapa minggu kemudian pemilik perkebunan datang berkunjung. Ketika dia melihat burung itu, dia menawarkan kepada pematung itu untuk membelinya — menawarkan berapa pun harga yang bisa diberikan oleh pematung itu. Merasa puas telah melakukan tawar-menawar yang luar biasa, pria kaya itu pergi, memeluk harta yang baru diperoleh.
Pematung tua itu, yang duduk di tangga pondoknya yang sederhana, menghitung jarahannya dan berpikir, “Sampah ada di mata yang melihatnya. Beberapa terlihat, tetapi yang lain melihat barang yang berbeda, yang sangat berharga."

Saya sendiri pernah mengalami ini. Suatu hari beberapa puluh tahun lalu saya masih bujangan dan kos di suatu rumah di Jakarta Pusat. Pemilik rumah menawarkan satu usaha yang terbengkalai dan sangat menyusahkan dia. Dia mengajak saya ke tempat usaha tersebut. Ternyata ada sebidang tanah, luas dua ribuan meter dipenuhi puluhan pondok-pondok pemulung. Di tengah-tengah tanah itu ada pondok yang lebih besar dan dijadikan warung untuk memenuhi kebutuhan para pemulung yang tinggal di situ. Saya memperhatikan barang-barang bekas yang mereka perjual belikan. Para pemulung tidak ada yang berani mendekat, kecuali pemilik warung yang mengangkat dirinya sendiri menjadi bos di situ. Saya bercakap-cakap dengan bos pemulung tersebut. Setelah melihat dan bercakap-cakap, saya pelajari bisnis sampah ini. Saya berkesimpulan ini menguntungkan. Saya setuju membelinya dengan harga murah. Kemudian saya perpanjang kontrak lahan selama lima tahun. Saya bangun pondok-pondok yang lebih rapi bertingkat di sekeliling tanah, sekaligus berfungsi sebagai pagar pembatas dengan tetangga. Saya tetap membangun satu pondok besar di tengah yang menjadi tempat tinggal Manajer dan pusat transaksi dengan pemulung dan juga gudang. Pondok di tengah juga merupakan tempat berkumpul pemulung dan nonton di kala istirahat. Hasilnya luar biasa. Dalam tiga bulan semua modal yang saya investasikan sudah kembali. Saya hitung-hitung sebenarnya penghasilan seorang pemulung itu rata-rata sebulan lebih besar dari gaji saya sebagai staf di perusahaan bank swasta. 
 
Saat ini ada banyak individu yang hidupnya seperti pohon tua yang ditebang dan dianggap sampah oleh orang lain. Mungkin oleh keluarganya sendiri. Lebih parah lagi oleh istri atau suaminya, yang telah menyatakan sehidup semati dengan cintanya yang luar biasa. Sekarang dia berubah menjadi pasangan yang menakutkan dan mengancam setiap saat. Dia terperangkap di dalamnya. Tetapi sebenarnya, di tangan yang ahli, dia adalah burung indah yang potensial yang mungkin tidak pernah terbang, dan dibeli dengan mahal oleh peminatnya. Bukankah semakin tua seseorang semakin banyak pengalaman hidupnya? Bukankah pengalaman itu sekumpulan buku yang dapat memiliki nilai milyaran kalau dikomersialkan oleh orang yang tepat? Bukankah nasihat dari pengalaman itu adalah jasa konsultasi yang bernilai jutaan per jamnya? Bukankah suka duka hidup itu bernilai milyaran rupiah kalau dikonversikan menjadi talk show seperti di tangan Najwa Sihab atau Karni Ilyas? Atau rumah produksi lainnya? Atau kalau dibuatkan serial video dapat mendatangkan rupiah demi rupiah kalau sudah memberkati ratusan ribu orang di youtube?

Masyarakat, seperti pemilik perkebunan, tidak melihat apa pun di dalam tunggul kayu itu kecuali orang yang tidak berguna dan tidak berharga dalam perjalanannya ke tumpukan sampah kehidupan. Tetapi kita harus ingat bahwa sampah satu orang adalah permata orang lain. Apapun yang kau dambakan dan inginkan, renungkan, bayangkan bahwa itu dapat engkau wujudkan. Karena … engkau adalah ciptaan Allah … untuk menjadi berguna bagi umat manusia. Carilah … dan kembangkan potensi Anda.

... Kita harus ingat bahwa sampah bagi satu orang adalah permata bagi orang lain.