EKONOMI KERAKYATAN Catatan 10
Mahli Sembiring
CIRI-CIRI
SISTEM EKONOMI KERAKYATAN
1.
Bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan dengan
prinsip persaingan yang sehat.
2.
Memperhatikan pertumbuhan ekonomi, nilai keadilan,
kepentingan sosial, dan kualitas hidup.
3.
Mampu mewujudkan pembangunan berwawasan lingkungan dan
berkelanjutan.
4.
Menjamin kesempatan yang sama dalam berusaha dan bekerja.
5.
Adanya perlindungan hak-hak konsumen dan perlakuan yang
adil bagi seluruh rakyat.
Lima ciri utama sistem
ekonomi Pancasila yaitu:
1.
Peranan dominan koperasi bersama dengan perusahaan negara dan perusahaan
swasta.
2.
Manusia dipandang secara utuh, bukan semata-mata makhluk ekonomi
tetapi juga makhluk sosial.
3.
Adanya kehendak sosial yang kuat ke arah egalitarianisme atau
pemerataan sosial.
4.
Prioritas utama terhadap terciptanya suatu perekonomian nasional yang
tangguh.
5.
Pelaksanaan sistem desentralisasi diimbangi dengan perencanaan yang
kuat sebagai pemberi arah bagi perkembangan ekonomi.
Perkembangan perekonomian Indonesia
1.
Ekonomi Pancasila. Pada awal perkembangan
perekonomian Indonesia menganut sistem ekonomi Pancasila.
2.
Ekonomi Demokrasi, dan ‘mungkin campuran’,
namun, bukan berarti sistem perekonomian liberalis dan etatisme tidak pernah
terjadi di Indonesia. Sistem perekonomian liberalis dan etatisme terjadi di
Indonesia.
3.
Corak Liberalis. Awal tahun 1950-an sampai
tahun1957-an merupakan bukti sejarah adanya corak liberalis dalam perekonomian Indonesia.
4.
Sistem Etatisme, pernah juga mewarnai
corak perekonomian di tahun1960-an sampai masa orde baru.
Keadaan ekonomi Indonesia
antara tahun 1950 sampai tahun 1965-an sebenarnya telah diisi dengan beberapa
program dan rencana ekonomi pemerintah. Di antara program-program tersebut
adalah:
1.
Program Banteng tahun 1950, yang bertujuan membantu pengusaha pribumi.
2.
Program / Sumitro Plan tahun 1951.
3.
Rencana Lima Tahun Pertama, tahun 1955-1960
Namun demikian, ke semua
program dan rencana tersebut tidak memberikan hasil yang berarti bagi
perekonomian Indonesia. Sistem perekonomian selama ini gagal mensejahterakan
rakyat Indonesia. Pemerintah yang diberi mandat gagal mewujudkan amanat
pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Beberapa faktor yang
menyebabkan kegagalan adalah:
1.
Program-program tersebut disusun oleh tokoh-tokoh yang relatif bukan
ekonomi bidang keahlian dan praktisinya, namun oleh tokoh politik. Keputusan-keputusan
yang dibuat tokoh politik cenderung menitikberatkan pada masalah poitik, dan
bukannya masalah ekonomi. Hal ini dapat dimengerti mengingat pada masa-masa ini
kepentingan politik lebih dominan. Prioritas Negara waktu itu antara lain
mengembalikan negara Indonesia ke negara kesatuan, usaha mengembalikan Irian
Barat, menumpas pemberontakan di daerah-daerah, dan masalah politik sejenisnya.
2.
Akibat lanjut dari keadaan di
atas, dana negara yang seharusnya dialokasikan untuk kepentingan kegiatan
ekonomi, justru dialokasikan untuk kepentingan politik dan perang.
3.
Faktor berikutnya adalah,
terlalu pendeknya masa kerja setiap kabinet yang dibentuk (sistem parlementer
saat itu). Tercatat tidak kurang dari 13 kabinet berganti saat itu. Akibatnya
program dan rencana yang telah disusun masing-masing kabinet tidak dapat
dijalankan dengan tuntas, bahkan tidak sempat berjalan.
4.
Di samping itu program dan
rencana yang disusun kurang memperhatikan potensi dan aspirasi dari berbagai
pihak. Pembuatan keputusan didasarkan pada individu / pribadi, dan partai lebih
dominan daripada kepentingan pemerintah dan negara.
5.
Adanya kecenderungan
terpengaruh untuk menggunakan sistem perekonomian yang tidak sesuai dengan
kondisi masyarakat Indonesia (liberalis, 1950 – 1957) dan etatisme (1958 –
1965).
Akibat yang ditimbulkan dari sistem etatisme yang pernah ‘terjadi’ di Indonesia
pada periode tersebut dapat dilihat pada bukti-bukti berikut:
1.
Semakin rusaknya sarana-sarana
produksi dan komunikasi, yang membawa dampak menurunnya nilai ekspor Indonesia.
2.
Hutang luar negeri justru
dipergunakan untuk proyek ‘Mercu Suar’.
3.
Defisit anggaran negara yang
makin besar. Jalan keluar yang ditempuh mengatasi defisit ditutup dengan mencetak
uang baru. Peningkatan uang beredar mendorong inflasi yang tinggi. Inflasi tidak
dapat dicegah kecuali dengan adanya tindakan luar biasa.
4.
Keadaan tersebut masih diperparah
oleh laju pertumbuhan penduduk sebesar 2,8% jauh lebih besar daripada laju
pertumbuhan ekonomi saat itu, yakni sebesar 2,2%.
Perkembangan Sistem Ekonomi Indonesia Setelah Orde Baru
Iklim kebangsaan setelah Orde Baru menunjukkan suatu kondisi yang sangat
mendukung untuk mulai melaksanakan sistem ekonomi yang sesungguhnya diinginkan
rakyat Indonesia. Setelah melalui masa-masa penuh tantangan pada periode 1945 -
1965, semua tokoh negara yang duduk dalam pemerintahan sebagai wakil rakyat, kembali
menempatkan sistem ekonomi Indonesia pada nilai-nilai yang telah tersirat dalam
UUD 1945. Awal Orde Baru sistem demokrasi ekonomi dan sistem ekonomi Pancasila
kembali satu-satunya acuan bagi pelaksanaan semua kegiatan ekonomi selanjutnya.
Awal Orde Baru diwarnai dengan masa-masa rehabilitasi, perbaikan, hampir
di seluruh sektor kehidupan, tidak terkecuali sektor ekonomi.
Rehabilitasi ini terutama ditujukan untuk:
1.
Membersihkan segala aspek
kehidupan dari sisa-sisa faham dan sistem perekonomian yang lama (liberal/
kapitalis dan etatisme/ komunis).
2.
Menurunkan dan mengendalikan
laju inflasi yang saat itu sangat tinggi, yang berakibat terhambatnya proses perbaikan
dan peningkatan kegiatan ekonomi secara umum.
3.
Tercatat bahwa :
a.
Tingkat inflasi tahun 1966
sebesar 650%
b.
Tingkat inflasi tahun 1967
sebesar 120%
c.
Tingkat inflasi tahun 1968
sebesar 85%
d.
Tingkat inflasi tahun 1969
sebesar 9,9%
4.
Dari data di atas, menjadi
jelas, mengapa rencana pembangunan lima tahun pertama (REPELITA I) baru dimulai
pada tahun 1969.
5.
Sejak bergulirnya reformasi
1998, di Indonesia mulai dikembangkan sistem ekonomi kerakyatan, di mana rakyat
memegang peranan sebagai pelaku utama namun kegiatan ekonomi lebih banyak
didasarkan pada mekanisme pasar. Pemerintah mempunyai hak untuk melakukan
koreksi pada ketidaksempurnaan dan ketidakseimbangan pasar.
6.
Sudah saatnya Indonesia kembali
merancang ulang dan menyusun kembali sistem ekonomi kerakyatan yang paling
sesuai untuk diterapkan di Indonesia. Tulisan berikutnya memaparkan pemikiran
dari Mahli Sembiring untuk menyusun sistem ekonomi kerakyaan yang paling sesuai
dijalankan di Indonesia, untuk masa kini dan masa yang akan datang.