Belajar dari Pendahulu: Program Terobosan LEMSAKTI
2012-2013
Berbagai terobosan yang dilakukan lembaga-lembaga sosial yang telah ada
dijadikan rujukan oleh LEMSAKTI, karena terobosan yang telah dilakukan oleh
lembaga-lembaga tersebut bisa dibilang sebagai langkah yang reformatif dalam
pengelolaan dana umat. Sebelumnya,
proses pengumpulan dana umat yang
dilakukan oleh berbagai lembaga sosial lebih bersifat konvensional dan biasanya
sangat pasif. Mereka hanya menunggu masyarakat yang datang untuk menyalurkan
dananya. Lembaga semacam ini, khususnya yang berbasis agama Islam biasanya
mengalami booming pemasukan pada saat Ramadhan.
Berbeda dengan lembaga sosial lainnya, lembaga inovatif dan kreatif itu
tidak hanya menggunakan strategi konvensional dalam menjaring dana umat, tapi juga mengalami terobosan yang baru
dan bersifat inovatif. Misalnya Program Zakat On-line, galang dana lewat e-mail dan SMS, Pengemasan daging Qurban
dalam kornet, dan sebagainya. Mereka secara aktif mencari dan mendatangi
orang-orang berpotensi untuk berderma, melakukan kampanye di berbagai media dan
mengenalkan lembaga dan program-programnya dengan cara
presentasi atau membagikan brosur ke berbagai instansi dan perusahaan.
Berbagai seminar, kegiatan amal dan kegiatan lainnya gencar dilakukan
dalam rangka positioning dan
menumbuhkan brand image kepada
masyarakat.
Kesan profesionalisme juga nampak dengan adanya divisi khusus penggalang
dana atau divisi marketing yang
menjadi semacam ”mesin pencari” dana
bagi lembaga kreatif
tersebut. Lewat divisi inilah berbagai program yang berkaitan dengan
penggalangan dana digarap, seperti
merancang strategi fundraising, melakukan kampanye, mencari donatur baru, menyusun
data base, dan kegiatan lainnya. Didukung oleh tenaga-tenaga muda yang profesional
dan struktur lembaga yang ramping dan efisien, mereka tampil lebih progresif
dan berusaha untuk mempelopori berbagai terobosan baru di bidang pengelolaan ZIS.
YDSF misalnya, memiliki departemen marketing yang membawahi jupen (juru penerang/semacam
humas) dan jungut (juru pungut) yang terjun langsung ke lapangan untuk mencari
donatur baru dan memungut dananya secara teratur.
Dalam menjalankan aktifitasnya, lembaga penerobos itu benar-benar
menjaga kepercayaan yang telah diberikan oleh masyarakat, khususnya para
donatur. Karena itulah, mereka selalu menjalankan prinsip transparasi dan
keterbukaan dalam mengelola dana yang diterima
dari masyarakat. Di kalangan lembaga
pengelola dana umat, para penerobos
mempelopori proses transparasi ini dengan melibatkan akuntan publik independen
pada proses audit laporan keuangannya. Mereka juga secara rutin melaporkan
pemasukan dan pemanfaatan kepada para donatur, secara langsung maupun lewat
publikasi media. Untuk menjaga komunikasi dan loyalitas donaturnya, lembaga penerobos
tersebut memberikan fasilitas khusus kepada mereka.
Dengan strategi itulah lembaga penerobos tersebut berhasil meraih
kepercayaan masyarakat dan menggalang dana
dalam jumlah besar. Dana yang berhasil
digalang berkisar antara 200 juta sampai 250 juta perbulan. Sementara jumlah
donaturnya ada yang mencapai 81.000 orang. Dengan dukungan dana umat inilah mereka bisa sustainable dalam mendanai program maupun lembaganya.
Keberhasilan tersebut tentu membanggakan mengingat lembaga-lembaga
sosial lainnya masih mengalami kesulitan dalam mendapatkan dana lokal dan masih bergantung pada sumbangan dari
lembaga donor asing. Bagaimana kelima lembaga itu bisa meraih dan
mempertahankan keberhasilan tersebut. Kuncinya terletak pada kepercayaan dan
profesionalisme. Para donor membutuhkan kepercayaan
terhadap lembaga yang akan menyalurkan dananya dan lembaga itu ternyata layak
dipercaya dengan beberapa sebab:
ü kejelasan program,
ü transparansi laporan keuangan, dan
ü profesionalisme dalam mengelola lembaga dan menjalankan program-programnya.
Dengan begitu mereka merasakan dana
yang diberikannya tepat sasaran, ibadahnya bermanfaat ganda. Kalau lembaga
sosial lainnya bisa meneladani keberhasilan mereka, bisa dibayangkan berapa
miliar lagi dana umat yang bisa
digalang.
*Tulisan ini diambil dari buku “Menjadi Bangsa Pemurah, Wacana dan Praktek
Kedermawanan Sosial di Indonesia” Penulis Zaim Saidi & Hamid Abidin,PIRAC, diedit sesuai keperluan LEMSAKTI