MEMAHAMI NEW NORMAL GEREJA
AKIBAT WABAH COVID-19
=selingan=
Berikut kami
laporkan beberapa perubahan di dunia akibat wabah covid-19. Apakah ini disebut
new normal?
New Normal dalam Lingkungan Kehidupan Saya
Dalam dua minggu
terakhir ini, masjid di lingkungan RW kami setiap hari mengumumkan ada orang
meninggal yang sebelumnya belum tentu ada tiga bulan sekali. Setiap petugas RT
sebelumnya mengedarkan kantong untuk mengumpulkan dana warga untuk menolong
keluarga yang kemalangan, sekarang warga mulai protes dan tidak bersedia
memberikan lagi donasinya.
Biasanya jalan di
depan rumah kami lengang dan sepi sehingga kami dapat menjalankan mobil keluar
masuk garasi dengan lancar. Sekarang, tetangga pada tinggal di rumah dan mereka
tidak semua memiliki garasi, sehingga jalanan dijadikan tempat parkir. Tentu sangat
mengganggu kami untuk keluar atau masuk rumah.
Biasanya, group WA
keluarga atau Gereja penuh dengan ungkapan sukacita dan berita umum yang
menginspirasi atau lucu. Sekarang penuh dengan permintaan doa untuk kesembuhan dan
ungkapan duka cita.
Biasanya kami saling
mengunjungi, terutama keluarga yang lebih muda ke rumah keluarga yang lebih
tua. Sekarang jangankan berkunjung, keluar rumah saja enggan.
Sebelumnya saya
bertemu teman-teman di café atau resto untuk membicarakan bisnis atau peluang
kegiatan yang menghasilkan keuangan, tanpa mempedulikan perlunya ijin usaha. Pengeluaran
selalu ada sedangkan penghasilan belum tentu ada. Sekarang saya memperbanyak
bisnis online dan meminta ijin usaha mikro kecil ke Kantor Kelurahan, dengan
berbagai kegiatan produksi dan penjualan dalam satu perijinan. Saya sangat
berhati-hati untuk menghindari biaya dan pengeluaran hanya untuk mendukung
penghasilan yang sudah pasti. Artinya, sudah ada pembeli baru saya memproduksi.
Sebelumnya saya
sibuk dengan aktivitas dan proses bisnis, tidak begitu mengerti ketersediaan
pasar, berasumsi dan berharap pasar itu ada. Sekarang saya fokus pada pasar
yaitu tersedianya pembeli baru berani membeli. Ini tentu membawa saya ke pasar
keuangan dan pasar modal yang relative selalu ada dan tersedia pembeli. Contohnya:
tanah yang saya beli belasanan tahun lalu belakangan ini saya tawarkan untuk
dijual tanpa terasa sudah bertahun-tahun yang berlokasi di daerah Parung Bogor tetapi
belum laku sampai sekarang. Sedangkan, saham yang saya beli melalui Perusahaan
Sekuritas tempat saya bergabung untuk trading dan invest (syarat dan ketentuan
berlaku) dalam beberapa menit sudah saya jual kembali dengan keuntungan jauh melebihi
bunga deposito atau obligasi setahun.
Ternyata, para donor
yang setia dan rutin membantu banyak gereja, yang menjadi Mitra LEMSAKTI, adalah
mereka yang aktif bertransaksi di pasar modal dan pasar keuangan. Sementara sektor
bisnis lainnya, banyak pengusaha menghentikan tindakan mulianya: berbagi ke
gereja atau yayasan atau kegiatan kemanusiaan lainnya, bahkan merumahkan
karyawan dan gajinya dipotong atau tidak dibayar.
Di atas sebagian tentang
seputar kehidupan saya, yang saya anggap new normal, sekarang mari kita lihat
di lingkungan dunia yang luas. Berikut rangkuman dari berbagai publikasi
tentang topik yang kita angkat kali ini.
Yang Kaya Semakin Kaya Di Tengah Pandemi Virus Corona
Jumlah orang dengan
aset lebih dari $100 juta (sekitar Rp1.400.000.000.000,- satu triliun empat
ratus milyar rupiah) telah meningkat,
meskipun ada pandemi virus corona. Kekayaan global tumbuh lebih dari 8% pada
tahun 2020, mencapai rekor $250 triliun.
COVID-19 menambah
kesenjangan kekayaan di seluruh dunia. Banyak pemerintah membuat kemajuan dalam
mengurangi kesenjangan kekayaan sebelum pandemi virus corona melanda. Sekarang
dengan kekacauan ekonomi, jutaan lainnya jatuh ke dalam kemiskinan di seluruh
dunia. Ketimpangan telah tumbuh di tengah pandemi virus corona, menurut LSM
Oxfam yang berbasis di Inggris. Yang termiskin mungkin menderita konsekuensi
ekonomi selama bertahun-tahun. Pandemi COVID-19 menyebabkan peningkatan
ketimpangan di seluruh dunia dan menimbulkan risiko jangka panjang terhadap
mobilitas sosial. Dalam sebuah wawancara, Dr. Hill, kepala ekonom di Pusat
Perlindungan Bencana, berbicara tentang bagaimana dia dan timnya melacak dampak
pandemi dan respons global di negara-negara berkembang.
COVID-19 berdampak
pada mereka yang paling rentan di dunia. Salah satu inisiatif adalah bekerja
untuk menghilangkan stigma menerima bantuan. Plus, lihat bagaimana
ketidaksetaraan semakin dalam, apa arti COVID bagi produksi. ILO mengharapkan
lebih banyak 'formulir kerja hibrida' pasca-COVID. Pandemi global telah
mengubah cara kita bekerja, menurut temuan Organisasi Buruh Internasional,
termasuk memperburuk ketidaksetaraan yang ada. Namun Presiden ILO Guy Ryder
mengatakan bahwa ada pilihan kebijakan untuk memperbaiki keadaan.
Miliarder dunia
"berhasil dengan sangat baik" selama pandemi virus corona,
meningkatkan kekayaan mereka yang sudah sangat besar ke rekor tertinggi $ 10,2
triliun (£ 7,8 triliun). Sebuah laporan oleh bank Swiss UBS bahwa miliarder
meningkatkan kekayaan mereka lebih dari seperempat (27,5%) pada puncak krisis
dari April hingga Juli, sangat kontras dengan jutaan orang di seluruh dunia
kehilangan pekerjaan atau berjuang untuk bertahan hidup dari skema pemerintah.
Miliarder sebagian
besar mendapat manfaat dari bertaruh pada pemulihan pasar saham global ketika
mereka berada di titik nadir selama penguncian global pada bulan Maret dan
April. Kekayaan miliarder telah mencapai "tingkat tertinggi baru,
melampaui puncak sebelumnya sebesar $8,9 triliun yang dicapai pada akhir
2017". Jumlah miliarder juga mencapai rekor tertinggi baru yaitu 2.189,
naik dari 2.158 pada 2017. Para miliuner melakukannya dengan sangat baik selama
krisis Covid. Mereka melewati badai ke sisi negatifnya, tetapi juga bangkit
dari keterpurukan yaitu ikut ke sisi atas [saat pasar saham rebound].
Orang super kaya
dapat mengambil manfaat dari krisis karena mereka memiliki dana untuk membeli
lebih banyak saham perusahaan ketika pasar ekuitas di seluruh dunia sedang
ambruk. Pasar saham global sejak itu rebound, yang sebelumnya membuat banyak
kerugian, karena harga terjun bebas. Saham beberapa perusahaan teknologi seringkali
dimiliki oleh para miliarder ternyata melonjak sangat tajam. Miliarder biasanya
memiliki "nafsu risiko yang signifikan" dan percaya diri untuk
mempertaruhkan sebagian dari kekayaan mereka yang cukup besar.
Konsentrasi kekayaan
yang ekstrem adalah fenomena yang buruk dari perspektif moral, tetapi juga
merusak secara ekonomi dan sosial. Mengapa? Karena menumpuk kekayaan dunia ini
dalam rekening beberapa orang terkaya, dan mengurangi porsi yang seharusnya
mengalir ke golongan yang paling miskin. Prakteknya, trader dan investor ritel
pemula yang belum paham permainan, tetapi ingin kaya dari pasar saham dan pasar
uang, terakhir uang kripto, malah terpaksa merelakan uang mereka tidak akan
pernah kembali lagi. Inilah proses menciptakan si kaya tambah kaya, dan si
miskin tambah miskin.
Kekayaan miliarder
sama dengan kekayaan yang hampir tidak mungkin dihabiskan selama beberapa masa
hidup dengan kemewahan mutlak. Siapa pun yang mengumpulkan kekayaan dalam skala
ini dapat dengan mudah meningkatkan gaji karyawan yang menghasilkan kekayaan
mereka, atau berkontribusi lebih banyak dalam pajak untuk mendukung layanan
publik yang vital, sambil tetap mendapatkan imbalan yang sangat baik untuk
kesuksesan apa pun yang telah mereka capai. Tetapi itu tidak selalu terjadi. Orang
super kaya semakin kaya adalah tanda bahwa kapitalisme tidak berjalan
sebagaimana mestinya. Orang kaya lebih cerdik dalam menghemat uang sekaligus
melipatgandakan uang mereka. Kemurahan dan berbagi dengan biasa dan normal bukan
jalan hidup keuangan mereka. Mereka akan rela berbagi hanya dalam kondisi
normal baru.
Kekayaan miliarder
telah meningkat begitu banyak pada saat ratusan juta orang di seluruh dunia
sedang berjuang dapat menyebabkan kemarahan publik dan politik. Kesenjangan yang menganga antara kaya dan
miskin dapat menyebabkan perlawanan balik. Konsentrasi kekayaan setinggi tahun
1905, ini adalah sesuatu yang dikhawatirkan oleh para miliarder. Masalahnya
adalah kekuatan bunga atas bunga, yang membuat uang besar menjadi lebih besar. Pertanyaannya adalah: sejauh mana hal itu
berkelanjutan dan pada titik mana masyarakat akan campur tangan dan menyerang
balik?
Orang-orang super
kaya di dunia saat ini memegang konsentrasi kekayaan terbesar sejak Zaman
Penyepuhan AS pada pergantian abad ke-20, ketika keluarga seperti Carnegies,
Rockefeller, dan Vanderbilt mengendalikan kekayaan besar. Orang terkaya di
planet ini adalah Jeff Bezos, pendiri dan kepala eksekutif (pensiun?) Amazon,
dengan $189 miliar. Kekayaan Bezos telah meningkat sebesar $74 miliar sepanjang
tahun ini, menurut indeks miliarder Bloomberg, karena lonjakan harga saham
Amazon, dipicu karena lebih banyak orang beralih ke perusahaan online seperti
Amazon. Salah satu dari sedikit wanita terkaya adalah pengusaha kosmetik, Kylie
Jenner. Elon Musk, pendiri perusahaan mobil listrik Tesla, telah menghasilkan
uang paling banyak sepanjang tahun ini dengan kekayaannya meningkat sebesar $76
miliar menjadi $103 miliar.
Banyak miliarder
dengan cepat dan murah hati menyumbangkan sebagian dari kekayaan mereka untuk
membantu memerangi Covid-19 dan dampak finansial dari penguncian pada keluarga.
Telah teridentifikasi 209 miliarder yang telah berkomitmen secara publik dengan
total setara dengan $7,2 miliar dari Maret hingga Juni 2020. Mereka bereaksi
dengan cepat, dengan cara yang mirip dengan bantuan bencana, memberikan hibah
tidak terbatas untuk memungkinkan penerima hibah memutuskan cara terbaik untuk
menggunakan dana. Di AS, 98 miliarder
menyumbangkan total $4,5 miliar, di Cina 12 miliarder memberi $679 juta, dan di
Australia hanya dua miliarder yang menyumbangkan $324 juta. Di Inggris,
sembilan miliarder hanya menyumbang $298 juta. Apakah Anda seorang miiarder di
Indonesia yang mau berdonasi? LEMSAKTI siap memfasilitasinya.
New Normal untuk Gereja
Yesaya 43:19 mengatakan,
”Lihat, aku melakukan hal baru! Sekarang muncul; apakah kamu tidak
mempersepsikannya? Aku sedang membuat jalan di padang gurun dan sungai-sungai
di gurun.”
Bagaimana Anda
mempersepsikan Gereja? Gereja sejak Maret 2020 hingga saat ini sampai waktu
berikutnya telah dan akan menghabiskan waktu pelayanan dalam batasan penguncian
atau pembatasan social ketat dan berbicara topic yang sama dengan banyak gereja
lainnya tentang pengalaman mereka. Pertanyaan menarik yang diajukan adalah: “Menurut
Anda, seperti apa Gereja setelah Covid-19?” Ada yang berharap semuanya akan
kembali normal dan yang lain mengatakan itu akan sangat berbeda. Kita semua
memiliki kesamaan adalah….tidak ada yang tahu! Tapi kami memiliki persepsi, roh
kami menyatakan bahwa sesuatu yang baru sedang terjadi.
Berikut adalah hasil
beberapa pengamatan tentang kemana gerakan Gereja pasca Covid.
1. Perubahan model kepemimpinan.
Model 'pendeta
pemimpin dominan' akan beralih ke model 'kepemimpinan kolaboratif'. Model
pemimpin pendeta yang dominan, adalah model yang memastikan setiap orang dan
segala sesuatu melayani visi pemimpin senior. Otoritas pemimpin dirasakan dan
didengar di setiap area gereja. Berbagai tingkat keberhasilan (jumlah anggota,
gedung, cabang, jumlah persembahan, program) telah dicapai dengan model ini.
Hal ini sangat tergantung pada orang di atas dan kemampuan mereka untuk melihat
visi mereka. Beberapa gereja telah tumbuh secara jumlah, tetapi sebagian besar
telah menjadi lelah, kemudian menurun dan bahkan terpaksa ditutup.
Pasca Covid-19 masih
akan ada pendeta yang memimpin (atau penatua yang memimpin), tetapi mereka akan
memiliki kemampuan untuk memimpin tim mereka secara kolaboratif. Model
kepemimpinan kolaborasi, adalah gereja-gereja dipimpin oleh teman-teman, yang dengan
sengaja dan dibutuhkan untuk memimpin bersama! Para pemimpin senior tidak perlu
menjadi yang terdepan dan pusat dari semua hal di gereja mereka, karena mereka
sangat nyaman dengan dinamika kolaborasi. Tetapi ini memiliki tantangan
sendiri, lebih mudah terlaksana karena ‘pemimpin pendeta dominan’ sudah terkapar
akibat terpapar covid. Daripada berkata “tadi malam Tuhan berbicara kepada saya”
maka semua akan berkata “mari kita tanyakan petunjuk Tuhan secara bersama”.
Kedengarannya mudah
dan sederhana, tetapi perbedaan pendapat dan kepentingan akan menghantam gereja
ketika ketidaksepakatan atau cara yang berbeda dalam melakukan sesuatu diajukan
oleh orang lain selain para pemimpin senior. Apakah orang lain mendengarkan?
Apakah ada orang (kecuali pemimpin senior) yang merasa dapat mengangkat
masalah? Apakah para pemimpin senior nyaman mendengarkan dan menerima ide dan
umpan balik yang kuat dari tim mereka? Jenis lingkungan kolaboratif ini
membutuhkan banyak kerendahan hati dari setiap pemimpin dalam campuran itu.
Namun patut
dipertimbangkan dan perlu diingat bahwa pemikiran kolaboratif sudah menjadi
gaya hidup pokok bagi generasi milenial dan Gen Z, sehingga model kepemimpinan
kolaboratif pasti akan menggantikan model 'pendeta utama yang dominan'.
2. Metode tahu dulu,
kemudian percaya, baru bergabung.
Hingga covid mewabah
umumnya gereja menerima siapa saja bergabung kemudian mereka percaya dan
belajar tentang kekristenan dan gereja yang mereka masuki. Bahkan ada yang sudah
puluhan tahun hanya ikut katekisasi sebanyak sekitar 40x pertemuan, kemudian
tidak mengerti lagi apa artinya menjadi
Kristen dan menjadi anggota gereja. Mereka hanya tahu ke gereja seminggu
sekali, ucapkan selamat atau turut berduka di wa group, dan melaporkan
peristiwa keluarga untuk dipublikasikan di warte jemaat.
Istilah kerennya 'miliki
gereja sebelum Anda percaya' tidak akan terjadi lagi dan akan digantikan oleh
normal baru 'percaya sebelum mereka menjadi milik gereja'.
Ungkapan 'miliki
gereja sebelum Anda percaya' telah memungkinkan Gereja untuk mengajar jemaatnya
bahwa siapa pun yang berkunjung untuk pertama kalinya dapat mengalami komunitas
dan pelayanan dengan penuh rasa ingin tahu, tanpa percaya kepada Yesus. Ini
merupakan perubahan yang brilian dan memungkinkan banyak orang untuk
menjelajahi iman Kristen dan akhirnya menemukan Yesus. Kelemahan dari frasa
ini, adalah aliran bawah sadar dalam asumsi kolektif kita bahwa datang ke
gereja agar Anda dapat 'memiliki' tentu mendahului perjalanan teman/anggota
keluarga/rekan kerja non-Kristen Anda untuk menemukan Yesus. Mereka 'miliki'
dulu, lalu mereka 'percaya.' Frasa seperti "Siapa yang kamu bawa minggu
depan?" pengumuman dari depan mimbar
memperkuat konsep bahwa orang untuk bertemu Yesus mereka perlu datang ke
gereja.
Model baru yang
muncul dari normal baru tidak bertemu lagi di gereja adalah banyak orang
percaya kepada Yesus sebelum menjadi anggota komunitas gereja. Mereka mungkin memiliki
teologi yang kacau (atau sederhana tapi efektif?), tetapi mereka berdoa untuk
pertama kalinya dalam beberapa tahun dan mencari jawaban rohani secara online.
Hati orang-orang dibuka pada tingkat yang lebih cepat daripada yang telah kita
lihat dalam beberapa dekade. Orang-orang 'percaya sebelum mereka menjadi milik
gereja'. Pergeseran ini akan membutuhkan sekelompok orang percaya yang
diperlengkapi dan siap untuk pergi ke tempat kerja dan lingkaran persahabatan
mereka dan dengan berani membagikan Yesus yang mereka kenal.
Hati orang-orang
dibuka pada tingkat yang lebih cepat daripada yang telah kita lihat dalam
beberapa dekade sebelum covid menyerang. Jalurnya: mereka butuh jalan keluar
atas masalah mereka (ancaman covid-19) – mereka mencari secara online (jadi
tahu) – mereka percaya kepada Yesus (dan terus belajar sendiri) – kemudian ketika
kondisi sudah kondusif mereka bergabung dengan gereja yang sesuai dengan
pemahaman mereka atau bertemu pertama sekali dengan mereka.
3. Prioritas pelatihan
'Pelatihan
kepemimpinan' akan beralih ke 'pelatihan pemuridan'. Selama bertahun-tahun
Gereja memiliki fokus yang kuat untuk membangkitkan para pemimpin, menangani
dekade-dekade sebelumnya tentang kekurangan kepemimpinan gereja lokal. Ini
telah menjadi fokus besar dan telah memungkinkan Gereja untuk merangkul
beberapa prinsip kepemimpinan yang sangat baik, banyak di antaranya ditemukan
di ruang kerja ilmu pengetahuan non-teologi. Manfaat dari belajar cara ini bahwa
Allah adalah sebanyak penumpangan tangan dan doa seperti dalam memastikan orang
diperlakukan dengan baik dan dipimpin dengan kebijaksanaan. Namun, muncul
kelelahan karena terlalu menekankan pelatihan kepemimpinan. Paling buruk,
pelatihan kepemimpinan telah membawa gereja ke dalam menjalankan gereja seperti
organisasi kering yang mengejar target dan kurang berinteraksi. Para pemimpin mengabaikan
fakta bahwa Gereja adalah tubuh yang hidup, pengantin yang sedang dipersiapkan
untuk kedatangan Kristus kembali.
Jemaat mencari
pemimpin kehidupan, bukan hanya orang-orang dengan prinsip kepemimpinan yang
baik yang menjadikan manusia seperti robot.
Pelatihan pemuridan
tidak secepat diajarkan seperti prinsip-prinsip kepemimpinan. Pemuridan
sebagian besar tidak diajarkan tetapi perlu dimodelkan, ditiru dan digugu
(guru), seperti Yesus hidup bersama para muridNya. Hal ini membutuhkan pemimpin
untuk melakukan seperti yang Yesus lakukan, untuk mengambil murid yang tidak
terduga dan mencurahkan hidup mereka ke dalam diri mereka. Ini mencontoh jalan
Yesus. Ini jauh lebih memakan waktu dan tidak menghasilkan capaian mingguan.
Tidak ada titik data pemuridan untuk diplot pada spreadsheet (setidaknya
sekarang belum ditemukan, tetapi kalau terus diteliti dan dikembangkan, ada
peluang). Ini sedang dikembangkan oleh TIM TUMBUH KEMBANG GKKI dengan model My Kingdom Account dan My Kingdom Life.
Kaum muda ingin
dibangkitkan keinginannya dan perlu mengetahui cara membaca dan bergulat dengan
tulisan suci yang praktis lebih dari mereka ingin mengetahui prinsip-prinsip
kepemimpinan tentang cara membangun tim. Gereja-gereja penuh dengan orang-orang
yang memiliki menu '5 kunci sukses' tetapi mereka sekarang ingin diperlengkapi
untuk menjadi pengikut Yesus yang radikal. Mereka mencari kehidupan gereja yang
lebih menarik dan lebih menantang daripada main game atau petualangan atau kehidupan
hedonis lainnya. Mengajarkan dan mempraktekkan orang tentang warga Kerajaan
Surgawi, puasa untuk mewujudkan tujuan tertentu, penumpangan tangan untuk kesembuhan
dan, baptisan Roh Kudus untuk dipimpin oleh Roh, tanda dan mujizat yang nyata
dan dapat direplikasi adalah apa yang diinginkan jemaat pasca-Covid. Bukan
dengan cara yang religius, legalistik, doktrinis, tetapi dengan cara yang
personal, relasional, dan pada akhirnya dimodelkan oleh para pemimpin mereka.
Tantangannya di sini adalah akan menuntut para pemimpin gereja tidak hanya
bicara tetapi mewujudkan apa yang dia khotbahkan, dia sebagai model. Kepemimpinan
omong kosong harus kehilangan kendali dan menolak membawa gereja ke dalam
tatanan kedagingan dengan kepala sekolah kepemimpinan terbaru. Para pemimpin
besar pasca-Covid-19 akan membuka rumah mereka, kehidupan mereka dan mulai
memuridkan orang secara dekat seperti yang dilakukan Yesus. Gereja menjadi
pusat pemuridan yang mampu menjawab tantangan perubahan jaman, bukan pertemuan
satu setengah jam per minggu, dan menyuruh mereka memberikan uangnya.
4. Gereja mempraktekkan
gaya hidup Kristus
Gereja yang
digerakkan oleh budaya, yang hanya mengulang-ulang dan meneruskan tradisi para
pemimpin sebelumnya akan pindah ke pertemuan yang lebih sederhana dan berpusat
pada Kristus. Ajaran dan kehidupan Kristus adalah pusat aktivitas jemaat yang
diterapkan dan dijadikan kebiasaan setiap saat, dengan penyesuaian ke dalam
kondisi kehidupan saat ini.
Kelompok yang paling
banyak melepaskan diri dari Gereja selama pandemi adalah kelompok usia 18-25
tahun, kaum milenial dan kaum dewasa muda (Young Adult, YA). Pelayanan YA besar
dan kecil telah adalah kelompok yang turun dari peta dan menghilang. Kesalahan utama
gereja adalah “Kami telah mengajar satu generasi untuk lebih mencintai budaya
gereja daripada Kristus sendiri.” Hasil pengajaran gereja seperti ini adalah; “I hate church but love Jesus Christ”. Suasana
pertemuan model matrix, kopi yang disajikan, komunikator terbaru, 'setelah
hang', ibadah yang relevan, tempat-tempat canggih, merchandise, cara yang
sedang tren untuk membuka kata, Kristus dalam keseharian mereka, mereka jatuh
cinta dengan ini. Jadi ketika Covid-19 melanda, itu mengungkap sedikit nilai
yang sebenarnya telah dibangun.
Gereja-gereja pasca
Covid-19 akan bergerak untuk melucuti banyak 'hal' untuk memungkinkan
pengalaman yang lebih sederhana muncul. Normal baru adalah Kristus Raja pemberi
harapan dan fokus aksi, bukan pembungkus budaya Gereja dan egoisme pemimpin
kolot. Kita semua ada untuk membuat yang terbaik dari apa yang kita miliki,
untuk menyajikan kabar baik dengan cara yang membantu orang, tetapi pendulum harus
selalu berpusat pada Kristus. Ada energi segar dari para pemimpin untuk
memastikan bahwa Yesus Kristus adalah Raja bukan sekedar Juruselamat, dengan
cara-Nya yang sederhana dan rendah hati, berada di depan dan tengah beraksi dalam semua yang mereka lakukan. Pengejaran
ini pada akhirnya akan mengarah pada orang-orang yang mencari kebenaran dan
kekudusan, di mana kebutuhan untuk berbaur dengan masyarakat dibayangi oleh
panggilan dan tujuan Yesus yang terukir dalam roh individu. Setiap individu
adalah Agen, atau Duta Besar yang menunjukkan cara hidup di dunia ini seperti
yang Yesus Kristus kehendaki.
Pertemuan yang
berpusat pada Yesus Kristus sebagai Raja dari beberapa orang di rumah hingga
orang-orang pada waktu istirahat makan siang mereka berkumpul untuk berdoa, berdiskusi
dan membongkar kitab suci bersama. Haus akan lebih banyak Yesus Kristus sebagai
Raja yang nyata dalam hidup setiap orang, akan menjadi normal baru. Pertemuan
yang lebih besar masih akan menjadi bagian dari Gereja tetapi penekanan,
metode, pesan dan tujuannya jelas berbeda. Pertemuan yang lebih besar akan
menjadi bagian dari ekspresi perayaan dan komunitas Kristen yang lebih dalam.
Pertemuan jenis ini, kemungkinan besar, tidak akan dilakukan setiap minggu.
Sebaliknya, pendekatan campuran dari waktu pemuridan kecil, pertemuan pribadi
yang besar, percakapan satu lawan satu dan waktu makan dengan para tamu
semuanya akan membentuk pengalaman gereja individu. Karena dimana ada dua atau
tiga orang berkumpul dalam Nama (Kuasa) Yesus, Yesus Kristus Sang Raja segala
raja ada disitu.
5. Perubahan Model
Komunitas
'Komunitas Nyaman'
akan pindah ke 'Komunitas Kristen'. Setiap kota, kota kecil dan desa sangat
membutuhkan kabar baik – lebih dari sebelumnya: Bahwa Yesus Raja sudah datang
membawa Kerajaan Surga kepadamu Penguncian dan pembatasan ketat social telah mendorong
peningkatan pesat dalam masalah kesehatan mental seperti depresi dan kecemasan.
Konsultasi online akan memainkan peran mereka ketika orang mencari bantuan, dan
tentu saja itu harus berlanjut. Tetapi penguncian dan pengetatan social juga
telah mengungkap penyakit jiwa, yang hanya dapat disembuhkan oleh Yesus.
Keinginan kami untuk komunitas memiliki niat baik; tempat yang aman bagi
anak-anak kita untuk belajar tentang Yesus dan lingkungan yang memungkinkan
kita untuk bertemu orang-orang yang berpikiran sama untuk perjalanan iman kita
bersama. Itu adalah komunitas yang nyaman. Waktunya sudah berlalu.
'Komunitas Kristen'
memiliki elemen-elemen ini tetapi juga mengharuskan orang untuk mencintai orang
asing yang tidak mereka kenal, bersabar dan mendengarkan orang-orang yang
memiliki sudut pandang berbeda, untuk mengabaikan dan memaafkan pelanggaran,
dan untuk menjaga yang paling rentan dalam masyarakat. Tindakan ini
mengharuskan orang untuk bergantung pada Yesus. Seperti yang kita semua tahu,
juga dalam proses tindakan inilah Yesus menjadi lebih jelas dan tegas. Gereja yang
mencari orang yang sama cenderung membangun tembok zona nyaman untuk anggotanya
dan mengabaikan masyarakat sekitarnya yang benar-benar membutuhkan Yesus. Yesus
tidak menyukai gereja nyaman.
Untuk menjangkau
komunitas lokal, individu akan dipaksa untuk menjadi tidak nyaman, untuk
melepaskan impian mereka tentang kehidupan yang nyaman dan tidak terputus dan
merangkul komunitas Kristen yang sejati. Ini akan menjadi tantangan terbesar
Gereja pasca Covid-19, karena mengharuskan orang untuk mati bagi diri mereka
sendiri, memikul salib mereka dan mengikuti Kristus setiap saat. Perintah Yesus
ini adalah sesuatu yang tidak pernah ingin dilakukan oleh daging, dan sangat
dihindari oleh gereja kedagingan dan duniawi. Terima kasih Tuhan untuk Yesus,
yang membantu kita, melalui kuasa Roh Kudus, untuk melepaskan kedagingan dan
perangkap keduniawiaan yang memenjarakan kita.
Individu akan
dipaksa untuk menjadi tidak nyaman, untuk melepaskan impian mereka tentang
kehidupan yang nyaman dan tidak terputus dan merangkul komunitas Kristen yang
sejati. Ya, seperti Yesus yang tidak memiliki tempat untuk meletakkan
kepalaNya.
Melangkah Bersama Roh Kudus
Galatia 5:25:
“Karena kita hidup oleh Roh, marilah kita hidup selaras dengan Roh.” Metode yang
diterapkan oleh gereja pra-Covid-19 telah melakukan banyak hal baik dan telah
melihat gereja menjadi percaya diri pada siapa mereka dan bagaimana mereka
dapat bersinar terang di komunitas mereka. Tetapi terang itu juga menyilaukan
dan mendapat perlawanan. Sudah dua ribu tahun para pemimpin membangun gereja
dan para pemimpin yang memimpin mereka telah membantu memajukan Gereja di seluruh
dunia dengan cara yang luar biasa. Covid-19 bukanlah jeda untuk kembali ke
semua cara tersebut. Ini adalah waktu dimana Roh Kudus telah menggerakkan hati
para pemimpin dan pemimpin baru untuk hal-hal baru, cara-cara baru dan
kesempatan-kesempatan baru. Saat ini, setiap pemimpin gereja bekerja 24/7
(tidak ada cara lain untuk bekerja!), jadi mereka belajar untuk mengikuti Roh
Kudus. Sebagai gereja kita dapat terus merencanakan dan mengerjakan hal-hal
baru sejalan dengan Roh, yang akan memastikan Gereja di seluruh dunia
berkembang tidak seperti sebelumnya. Perspektif Yesus adalah Raja lebih
diutamakan daripada Yesus adalah Juruselamat.