Jumat, 01 September 2017

EKONOMI KERAKYATAN Catatan 8

EKONOMI KERAKYATAN Catatan 8
Mahli Sembiring

Untuk meningkatkan daya beli rakyat miskin, terutama kaum tani secara masif, Hatta mengemukakan pendapat perlunya harga pembelian padi dan beras dari petani ditinggikan sedemikian rupa sehingga nilai tukar petani terus meningkat (Hatta, 1954). Sementara itu dilakukan peningkatan upah minimum. Tapi kenyataannya, tahun 2015 (BPS) nilai tukar petani di Sumatera Utara dibawah 1, artinya biaya yang dikeluarkan lebih tinggi dibandingkan hasil yang didapatkan. Akibatnya, petani semakin miskin. Kalau Bung Hatta masih ada, mungkin dia menangis melihat kenyataan pahit yang terus dialami oleh rakyat yang dia perjuangkan.

Globalisasi dan pasar bebas masa kini terus dipenuhi kepentingan politik dan ekonomi. Globalisasi dan pasar bebas adalah wujud dari penjajahan masa lalu dalam kemasan baru. Para ekonom Indonesia mayoritas sudah melacurkan ideologinya, tanpa disadarinya. Mereka tidak tahu waktu belajar ilmu ekonomi di Fakultas Ekonomi tentang konsekuensi dari apa yang dia pelajari. Dosen yang mengajar pada waktu itu juga kemungkinan besar tidak tahu. Semua hanya menerima apa yang diajarkan tanpa memiliki pemikiran kritis untuk melakukan yang terbaik bagi bangsa dan rakyat. Para ekonom Indonesia seharusnya mampu menjaga kewaspadaan ideologis dan akademisnya terhadap globalisasi dan pasar bebas seperti Bung Hatta.  Bung Hatta  mewaspadainya di masa mudanya dan juga dengan konsisten mewaspadainya tatkala ia memimpin pemerintahan setelah Indonesia merdeka.

Kita harus memerdekakan para pemimpin kita dari kebodohan dan keinlanderan.  Kita harus memerdekakan para pemimpin kita dari rasa rendah diri dan merasa kurang percaya diri.  Kita harus memerdekakan para pemimpin kita dari persepsi yang menganggap pemodal dan orang asing sebagai orang hebat, lebih hebat dari bangsa Indonesia. Pemodal asing itu dan juga pemodal nasional yang telah menjadi konglomerat tidak lebih daripada orang yang serakah dan egois yang bekerja demi kesombongan dirinya dengan mengorbankan rakyat banyak: para pemilik sumber daya, termasuk parar karyawannya, pasar, dan administrasi pemerintahan. Pemodal asing itu dan juga pemodal nasional tanpa sungkan-sungkan melahap dan merampas orang-orang yang lebih lemah dari dirinya untuk memperkuat dan memperbesar perusahannya. Tidak ada konglomerat yang tidak “merampas” atau “mengambil alih paksa dan licik” perusahaan atau asset orang yang awalnya berharap mendapatkan dukungan modal dan jaringan darinya, ternyata hanyalah predator, pemangsa buas. Mereka adalah jelamaan kolonialis.

Kita harus memerdekakan para pemimpin kita dari aji mumpung yang memanfaatkan kewenangannya untuk memperkaya diri dan ‘mendewakan dirinya’. Kita harus memerdekakan para pemimpin kita dari kecendurangan melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme. Kita harus memerdekakan para pemimpin kita dari pemikiran dan sikap serta perilaku sempit yang mementingkan diri dan kelompok asalnya atau afiliasinya. Kita harus memerdekakan para pemimpin kita dari semua ikatan, belenggu dan penjara yang membuat dia tidak bebas bergerak dan bertindak untuk kepentingan rakyat.

Tanpa menunggu-nunggu waktu lagi kita harus segera mengatasi kesalahan pengelolaan ekonomi dan pembangunan ekonomi nasional dan daerah di Indonesia. Kita awali dengan semangat menegakkan kemandirian, berdasar kekuatan dan keyakinan diri sendiri. Tugas para elit pemimpin dan kaum intelegensia Indonesia adalah merancang masa depan dan menggariskan strategi nasional untuk mengatasi tantangan berat ini. Soekarno menyebutnya kemandirian ekonomi dengan istilah berdikari dalam Trisakti. Kita bisa mandiri.

Kepada kaum ekonom Indonesia, perlu dipahami apa yang dikatakan oleh tokoh ekonom besar dari Inggris, Prof. Joan Robinson, bahwa “the very nature of economics is rooted in nationalism”. Sifat mendasar dari ilmu ekonomi berakar dalam nasionalisme. Artinya, nilai-nilai yang diagungkan oleh suatu bangsa, menentukan bentuk dan sistem perekonomian yang diterapkan dalam bangsa itu. Sebagai bangsa Indonesia yang berlandaskan Pancasila, maka perekonomian Indonesia sudah seharusnya didasarkan kepada semua nilai-nilai yang terkandung dan tercermin dari Pancasila. Nilai-nilai Pancasila itu disepakati membentuk suatu perekonomian yang disebut ekonomi kerakyatan. Semua praktek yang menyimpang harus dikoreksi.

Ekonomi kerakyatan adalah sistem ekonomi yang berbasis pada kekuatan ekonomi rakyat. Rakyat adalah mereka yang sampai saat ini merasakan kesulitan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Rakyat adalah para pengangguran, setengah menganggur, peminta-minta, petani, nelayan, pedagang kaki lima, pedagang keliling, pedagang kecil, buruh, kuli, tukang, supir, tukang ojek, pemulung barang bekas, dan sejenisnya. Mereka sampai saat ini mewakili lebih 90% dari seluruh penduduk Indonesia. Pemerintahan adalah para Apparatus sipil Negara termasuk tentara dan polisi, pegawai BUMN/D, Pengusaha/Wirausaha/Pelaku usaha menengah ke atas termasuk para karyawannya baik nasional maupun asing adalah swasta. Pemerintahan dan Swasta bukan rakyat, ditinjau dari status ekonominya.


Ekonomi rakyat adalah kegiatan ekonomi atau usaha yang dilakukan oleh rakyat kebanyakan (popular). Rakyat dengan secara swadaya mengelola sumberdaya ekonomi apa saja yang dapat diusahakan dan dikuasainya, yang ditujukan terutama untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Ekonomi subsisten yaitu ekonomi hanya untuk bertahan hidup menjadi ciri khas dari rakyat.  Negara sedang berkembang (developing country) seperti Indonesia sangat sesuai menerapkan prinsip ekonomi kerakyatan. Prinsip ini sejalan dengan amanat para pejuang dan pendahulu/pelopor serta para pendiri negeri ini yang dituangkan mereka dalam UUD 1945. Yang melakukan ekonomi yang berbeda atau menyimpang adalah pengkhianat Negara. Para pengkhianat sebaiknya segera bertobat, dan mengembalikan kepada yang berhak apa yang telah mereka rampas dan ambil paksa atau ambil secara licik. Kalau tidak dikembalikan, mereka sudah sepantasnya dituntut secara hukum yang berlandaskan Konstitusi Negara Indonesia. Harus ditelusuri jejak dan perjalanan hidupnya dari awal hingga menjadi konglomerat. Dari orang susah hingga menjadi orang yang termasuk dalam daftar orang terkaya di Indonesia. Rakyat harus bertindak!!!.