Sabtu, 09 September 2017

pesan Yudi Latif

Karena inteligensia masih terus menjadi elit politik bangsa,
maka di tangan merekalah masa depan bangsa ini terletak.
Demi masa depan bangsa yang lebih baik, tanggung jawab
utama inteligensia adalah mentransformasikan populisme dari
kesadaran diskursif menjadi kesadaran praktis. Sumber utama
dari problem-problem politik nasional saat ini tidaklah terletak
pada keterbelakangan rakyat, namun lebih pada keengganan
kaum elit untuk membebaskan diri dari masa lalu dan status
quo. Politisasi masa lalu dan mistifikasi status quo harus dihentikan
demi memberi jalan bagi terciptanya rekonsiliasi dan rekonstruksi
nasional. Inilah saatnya bagi inteligensia Indonesia dari berbagai
kelompok untuk bersatu dalam sebuah panggilan sejarah bersama:
untuk melayani dan menyelamatkan bangsa ini.

Senin, 04 September 2017

EKONOMI KERAKYATAN Catatan 10

EKONOMI KERAKYATAN Catatan 10
Mahli Sembiring

CIRI-CIRI SISTEM EKONOMI KERAKYATAN
1.      Bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan dengan prinsip persaingan yang sehat.
2.      Memperhatikan pertumbuhan ekonomi, nilai keadilan, kepentingan sosial, dan kualitas hidup.
3.      Mampu mewujudkan pembangunan berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.
4.      Menjamin kesempatan yang sama dalam berusaha dan bekerja.
5.      Adanya perlindungan hak-hak konsumen dan perlakuan yang adil bagi seluruh rakyat.

Lima ciri utama sistem ekonomi Pancasila yaitu:
1.      Peranan dominan koperasi bersama dengan perusahaan negara dan perusahaan swasta.
2.      Manusia dipandang secara utuh, bukan semata-mata makhluk ekonomi tetapi juga makhluk sosial.
3.      Adanya kehendak sosial yang kuat ke arah egalitarianisme atau pemerataan sosial.
4.      Prioritas utama terhadap terciptanya suatu perekonomian nasional yang tangguh.
5.      Pelaksanaan sistem desentralisasi diimbangi dengan perencanaan yang kuat sebagai pemberi arah bagi perkembangan ekonomi.

Perkembangan perekonomian Indonesia
1.      Ekonomi Pancasila. Pada awal perkembangan perekonomian Indonesia menganut sistem ekonomi Pancasila.
2.      Ekonomi Demokrasi, dan ‘mungkin campuran’, namun, bukan berarti sistem perekonomian liberalis dan etatisme tidak pernah terjadi di Indonesia. Sistem perekonomian liberalis dan etatisme terjadi di Indonesia.
3.      Corak Liberalis. Awal tahun 1950-an sampai tahun1957-an merupakan bukti sejarah adanya corak liberalis dalam perekonomian Indonesia.
4.      Sistem Etatisme, pernah juga mewarnai corak perekonomian di tahun1960-an sampai masa orde baru.

Keadaan ekonomi Indonesia antara tahun 1950 sampai tahun 1965-an sebenarnya telah diisi dengan beberapa program dan rencana ekonomi pemerintah. Di antara program-program tersebut adalah:
1.      Program Banteng tahun 1950, yang bertujuan membantu pengusaha pribumi.
2.      Program / Sumitro Plan tahun 1951.
3.      Rencana Lima Tahun Pertama, tahun 1955-1960

Namun demikian, ke semua program dan rencana tersebut tidak memberikan hasil yang berarti bagi perekonomian Indonesia. Sistem perekonomian selama ini gagal mensejahterakan rakyat Indonesia. Pemerintah yang diberi mandat gagal mewujudkan amanat pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Beberapa faktor yang menyebabkan kegagalan adalah:
1.      Program-program tersebut disusun oleh tokoh-tokoh yang relatif bukan ekonomi bidang keahlian dan praktisinya, namun oleh tokoh politik. Keputusan-keputusan yang dibuat tokoh politik cenderung menitikberatkan pada masalah poitik, dan bukannya masalah ekonomi. Hal ini dapat dimengerti mengingat pada masa-masa ini kepentingan politik lebih dominan. Prioritas Negara waktu itu antara lain mengembalikan negara Indonesia ke negara kesatuan, usaha mengembalikan Irian Barat, menumpas pemberontakan di daerah-daerah, dan masalah politik sejenisnya.
2.      Akibat lanjut dari keadaan di atas, dana negara yang seharusnya dialokasikan untuk kepentingan kegiatan ekonomi, justru dialokasikan untuk kepentingan politik dan perang.
3.      Faktor berikutnya adalah, terlalu pendeknya masa kerja setiap kabinet yang dibentuk (sistem parlementer saat itu). Tercatat tidak kurang dari 13 kabinet berganti saat itu. Akibatnya program dan rencana yang telah disusun masing-masing kabinet tidak dapat dijalankan dengan tuntas, bahkan tidak sempat berjalan.
4.      Di samping itu program dan rencana yang disusun kurang memperhatikan potensi dan aspirasi dari berbagai pihak. Pembuatan keputusan didasarkan pada individu / pribadi, dan partai lebih dominan daripada kepentingan pemerintah dan negara.
5.      Adanya kecenderungan terpengaruh untuk menggunakan sistem perekonomian yang tidak sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia (liberalis, 1950 – 1957) dan etatisme (1958 – 1965).

Akibat yang ditimbulkan dari sistem etatisme yang pernah ‘terjadi’ di Indonesia pada periode tersebut dapat dilihat pada bukti-bukti berikut:

1.      Semakin rusaknya sarana-sarana produksi dan komunikasi, yang membawa dampak menurunnya nilai ekspor Indonesia.
2.      Hutang luar negeri justru dipergunakan untuk proyek ‘Mercu Suar’.
3.      Defisit anggaran negara yang makin besar. Jalan keluar yang ditempuh mengatasi defisit ditutup dengan mencetak uang baru. Peningkatan uang beredar mendorong inflasi yang tinggi. Inflasi tidak dapat dicegah kecuali dengan adanya tindakan luar biasa.
4.      Keadaan tersebut masih diperparah oleh laju pertumbuhan penduduk sebesar 2,8% jauh lebih besar daripada laju pertumbuhan ekonomi saat itu, yakni sebesar 2,2%.

Perkembangan Sistem Ekonomi Indonesia Setelah Orde Baru
Iklim kebangsaan setelah Orde Baru menunjukkan suatu kondisi yang sangat mendukung untuk mulai melaksanakan sistem ekonomi yang sesungguhnya diinginkan rakyat Indonesia. Setelah melalui masa-masa penuh tantangan pada periode 1945 - 1965, semua tokoh negara yang duduk dalam pemerintahan sebagai wakil rakyat, kembali menempatkan sistem ekonomi Indonesia pada nilai-nilai yang telah tersirat dalam UUD 1945. Awal Orde Baru sistem demokrasi ekonomi dan sistem ekonomi Pancasila kembali satu-satunya acuan bagi pelaksanaan semua kegiatan ekonomi selanjutnya.

Awal Orde Baru diwarnai dengan masa-masa rehabilitasi, perbaikan, hampir di seluruh sektor kehidupan, tidak terkecuali sektor ekonomi.

Rehabilitasi ini terutama ditujukan untuk:
1.      Membersihkan segala aspek kehidupan dari sisa-sisa faham dan sistem perekonomian yang lama (liberal/ kapitalis dan etatisme/ komunis).
2.      Menurunkan dan mengendalikan laju inflasi yang saat itu sangat tinggi, yang berakibat terhambatnya proses perbaikan dan peningkatan kegiatan ekonomi secara umum.
3.      Tercatat bahwa :
a.      Tingkat inflasi tahun 1966 sebesar 650%
b.      Tingkat inflasi tahun 1967 sebesar 120%
c.       Tingkat inflasi tahun 1968 sebesar 85%
d.      Tingkat inflasi tahun 1969 sebesar 9,9%
4.      Dari data di atas, menjadi jelas, mengapa rencana pembangunan lima tahun pertama (REPELITA I) baru dimulai pada tahun 1969.
5.      Sejak bergulirnya reformasi 1998, di Indonesia mulai dikembangkan sistem ekonomi kerakyatan, di mana rakyat memegang peranan sebagai pelaku utama namun kegiatan ekonomi lebih banyak didasarkan pada mekanisme pasar. Pemerintah mempunyai hak untuk melakukan koreksi pada ketidaksempurnaan dan ketidakseimbangan pasar.
6.      Sudah saatnya Indonesia kembali merancang ulang dan menyusun kembali sistem ekonomi kerakyatan yang paling sesuai untuk diterapkan di Indonesia. Tulisan berikutnya memaparkan pemikiran dari Mahli Sembiring untuk menyusun sistem ekonomi kerakyaan yang paling sesuai dijalankan di Indonesia, untuk masa kini dan masa yang akan datang.

Sabtu, 02 September 2017

EKONOMI KERAKYATAN Catatan 9

EKONOMI KERAKYATAN Catatan 9
Mahli Sembiring

Pemahaman Ekonomi Kerakyatan

1.      Perkembangan pemahaman ekonomi kerakyatan sampai dengan saat ini (72 tahun Indonesia Merdeka)

Ekonomi kerakyatan (Demokrasi ekonomi) adalah sistem ekonomi nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan, di mana produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua, di bawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat (rakyat) dalam mengendalikan jalannya roda perekonomian (Baswir, 1993).

Ekonomi kerakyatan adalah tatalaksana ekonomi yang bersifat kerakyatan yaitu penyelenggaraan ekonomi yang memberi dampak kepada kesejahteraan rakyat kecil dan kemajuan ekonomi rakyat, yaitu keseluruhan aktivitas perekonomian yang dilakukan oleh rakyat kecil.

Ciri Sistem Ekonomi Kerakyatan
1.      Peranan vital negara (pemerintah): negara dapat terlibat secara langsung dalam penyelenggaraan berbagai kegiatan ekonomi.
2.      Efisiensi ekonomi berdasar atas keadilan, partisipasi, dan keberlanjutan: Efisiensi dalam sistem ekonomi kerakyatan dipahami secara komprehensif dalam arti memperhatikan baik aspek kualitatif dan kuantitatif, keuangan dan non-keuangan, maupun aspek kelestarian lingkungan.
3.      Mekanisme alokasi melalui perencanaan pemerintah, mekanisme pasar, dan kerjasama (kooperasi): Mekanisme alokasi dalam sistem ekonomi kerakyatan, kecuali untuk cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, tetap di dasarkan atas mekanisme pasar. Tetapi mekanisme pasar bukan satu-satunya. Selain melalui mekanisme pasar, alokasi juga didorong untuk diselenggarakan melalui mekanisme usaha bersama (koperasi).
4.      Pemerataan penguasaan faktor produksi: Penyelenggaraan pasar dan koperasi dalam sistem ekonomi kerakyatan harus dilakukan dengan terus menerus melakukan penataan kelembagaan, yaitu dengan cara memeratakan penguasaan modal atau faktor-faktor produksi kepada segenap lapisan anggota masyarakat.
5.      Koperasi sebagai sokoguru perekonomian
6.      Pola hubungan produksi kemitraan, bukan buruh-majikan: Karakter utama ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi pada dasarnya terletak pada dihilangkannya watak individualistis dan kapitalistis dari wajah perekonomian Indonesia.
7.      Kepemilikan saham oleh pekerja: Perusahaan hendaknya dikembangkan sebagai bangun usaha yang dimiliki dan dikelola secara kolektif (kooperatif) melalui penerapan pola-pola Kepemilikan Saham oleh Pekerja.

Akar Masalah Makro: Amandemen UUD 1945

Tujuan yang akan dicapai dari penguatan ekonomi kerakyatan adalah untuk melaksanakan amanat konstitusi, khususnya mengenai:
1.      perwujudan tata ekonomi yang disusun sebagai usaha bersama yang berasaskan kekeluargaan yang menjamin keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia (pasal 33 ayat 1),
2.      perwujudan konsep Trisakti (berdikari di bidang ekonomi, berdaulat di bidang politik, dan berkepribadian di bidang kebudayaan),
3.      perwujudan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup rakyat banyak dikuasai negara (pasal 33 ayat 2), dan
4.      perwujudan amanat bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak (pasal 27 ayat 2).

Adapun tujuan khusus yang akan dicapai adalah untuk:
1.      Membangun Indonesia yang berdikari secara ekonomi, berdaulat secara politik, dan berkepribadian yang berkebudayaan
2.      Mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan
3.      Mendorong pemerataan pendapatan rakyat
4.      Meningkatkan efisiensi perekonomian secara nasional.


Dalam SISTEM EKONOMI KERAKYATAN, masyarakat memegang peran aktif dalam kegiatan ekonomi, sedangkan pemerintah menciptakan iklim yang sehat bagi pertumbuhan dan perkembangan dunia usaha.

Jumat, 01 September 2017

EKONOMI KERAKYATAN Catatan 8

EKONOMI KERAKYATAN Catatan 8
Mahli Sembiring

Untuk meningkatkan daya beli rakyat miskin, terutama kaum tani secara masif, Hatta mengemukakan pendapat perlunya harga pembelian padi dan beras dari petani ditinggikan sedemikian rupa sehingga nilai tukar petani terus meningkat (Hatta, 1954). Sementara itu dilakukan peningkatan upah minimum. Tapi kenyataannya, tahun 2015 (BPS) nilai tukar petani di Sumatera Utara dibawah 1, artinya biaya yang dikeluarkan lebih tinggi dibandingkan hasil yang didapatkan. Akibatnya, petani semakin miskin. Kalau Bung Hatta masih ada, mungkin dia menangis melihat kenyataan pahit yang terus dialami oleh rakyat yang dia perjuangkan.

Globalisasi dan pasar bebas masa kini terus dipenuhi kepentingan politik dan ekonomi. Globalisasi dan pasar bebas adalah wujud dari penjajahan masa lalu dalam kemasan baru. Para ekonom Indonesia mayoritas sudah melacurkan ideologinya, tanpa disadarinya. Mereka tidak tahu waktu belajar ilmu ekonomi di Fakultas Ekonomi tentang konsekuensi dari apa yang dia pelajari. Dosen yang mengajar pada waktu itu juga kemungkinan besar tidak tahu. Semua hanya menerima apa yang diajarkan tanpa memiliki pemikiran kritis untuk melakukan yang terbaik bagi bangsa dan rakyat. Para ekonom Indonesia seharusnya mampu menjaga kewaspadaan ideologis dan akademisnya terhadap globalisasi dan pasar bebas seperti Bung Hatta.  Bung Hatta  mewaspadainya di masa mudanya dan juga dengan konsisten mewaspadainya tatkala ia memimpin pemerintahan setelah Indonesia merdeka.

Kita harus memerdekakan para pemimpin kita dari kebodohan dan keinlanderan.  Kita harus memerdekakan para pemimpin kita dari rasa rendah diri dan merasa kurang percaya diri.  Kita harus memerdekakan para pemimpin kita dari persepsi yang menganggap pemodal dan orang asing sebagai orang hebat, lebih hebat dari bangsa Indonesia. Pemodal asing itu dan juga pemodal nasional yang telah menjadi konglomerat tidak lebih daripada orang yang serakah dan egois yang bekerja demi kesombongan dirinya dengan mengorbankan rakyat banyak: para pemilik sumber daya, termasuk parar karyawannya, pasar, dan administrasi pemerintahan. Pemodal asing itu dan juga pemodal nasional tanpa sungkan-sungkan melahap dan merampas orang-orang yang lebih lemah dari dirinya untuk memperkuat dan memperbesar perusahannya. Tidak ada konglomerat yang tidak “merampas” atau “mengambil alih paksa dan licik” perusahaan atau asset orang yang awalnya berharap mendapatkan dukungan modal dan jaringan darinya, ternyata hanyalah predator, pemangsa buas. Mereka adalah jelamaan kolonialis.

Kita harus memerdekakan para pemimpin kita dari aji mumpung yang memanfaatkan kewenangannya untuk memperkaya diri dan ‘mendewakan dirinya’. Kita harus memerdekakan para pemimpin kita dari kecendurangan melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme. Kita harus memerdekakan para pemimpin kita dari pemikiran dan sikap serta perilaku sempit yang mementingkan diri dan kelompok asalnya atau afiliasinya. Kita harus memerdekakan para pemimpin kita dari semua ikatan, belenggu dan penjara yang membuat dia tidak bebas bergerak dan bertindak untuk kepentingan rakyat.

Tanpa menunggu-nunggu waktu lagi kita harus segera mengatasi kesalahan pengelolaan ekonomi dan pembangunan ekonomi nasional dan daerah di Indonesia. Kita awali dengan semangat menegakkan kemandirian, berdasar kekuatan dan keyakinan diri sendiri. Tugas para elit pemimpin dan kaum intelegensia Indonesia adalah merancang masa depan dan menggariskan strategi nasional untuk mengatasi tantangan berat ini. Soekarno menyebutnya kemandirian ekonomi dengan istilah berdikari dalam Trisakti. Kita bisa mandiri.

Kepada kaum ekonom Indonesia, perlu dipahami apa yang dikatakan oleh tokoh ekonom besar dari Inggris, Prof. Joan Robinson, bahwa “the very nature of economics is rooted in nationalism”. Sifat mendasar dari ilmu ekonomi berakar dalam nasionalisme. Artinya, nilai-nilai yang diagungkan oleh suatu bangsa, menentukan bentuk dan sistem perekonomian yang diterapkan dalam bangsa itu. Sebagai bangsa Indonesia yang berlandaskan Pancasila, maka perekonomian Indonesia sudah seharusnya didasarkan kepada semua nilai-nilai yang terkandung dan tercermin dari Pancasila. Nilai-nilai Pancasila itu disepakati membentuk suatu perekonomian yang disebut ekonomi kerakyatan. Semua praktek yang menyimpang harus dikoreksi.

Ekonomi kerakyatan adalah sistem ekonomi yang berbasis pada kekuatan ekonomi rakyat. Rakyat adalah mereka yang sampai saat ini merasakan kesulitan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Rakyat adalah para pengangguran, setengah menganggur, peminta-minta, petani, nelayan, pedagang kaki lima, pedagang keliling, pedagang kecil, buruh, kuli, tukang, supir, tukang ojek, pemulung barang bekas, dan sejenisnya. Mereka sampai saat ini mewakili lebih 90% dari seluruh penduduk Indonesia. Pemerintahan adalah para Apparatus sipil Negara termasuk tentara dan polisi, pegawai BUMN/D, Pengusaha/Wirausaha/Pelaku usaha menengah ke atas termasuk para karyawannya baik nasional maupun asing adalah swasta. Pemerintahan dan Swasta bukan rakyat, ditinjau dari status ekonominya.


Ekonomi rakyat adalah kegiatan ekonomi atau usaha yang dilakukan oleh rakyat kebanyakan (popular). Rakyat dengan secara swadaya mengelola sumberdaya ekonomi apa saja yang dapat diusahakan dan dikuasainya, yang ditujukan terutama untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Ekonomi subsisten yaitu ekonomi hanya untuk bertahan hidup menjadi ciri khas dari rakyat.  Negara sedang berkembang (developing country) seperti Indonesia sangat sesuai menerapkan prinsip ekonomi kerakyatan. Prinsip ini sejalan dengan amanat para pejuang dan pendahulu/pelopor serta para pendiri negeri ini yang dituangkan mereka dalam UUD 1945. Yang melakukan ekonomi yang berbeda atau menyimpang adalah pengkhianat Negara. Para pengkhianat sebaiknya segera bertobat, dan mengembalikan kepada yang berhak apa yang telah mereka rampas dan ambil paksa atau ambil secara licik. Kalau tidak dikembalikan, mereka sudah sepantasnya dituntut secara hukum yang berlandaskan Konstitusi Negara Indonesia. Harus ditelusuri jejak dan perjalanan hidupnya dari awal hingga menjadi konglomerat. Dari orang susah hingga menjadi orang yang termasuk dalam daftar orang terkaya di Indonesia. Rakyat harus bertindak!!!.