Sabtu, 27 Agustus 2016

GRN SINABUNG: GOTONG ROYONG NASIONAL PEMULIHAN EKONOMI SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT TERDAMPAK ERUPSI GUNUNG SINABUNG

GRN SINABUNG
GOTONG ROYONG NASIONAL PEMULIHAN EKONOMI SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT TERDAMPAK ERUPSI GUNUNG SINABUNG

GRN Sinabung merupakan aksi nasional membuat solusi permanen, membangun kesejahteraan masyarakat sekitar kawasan Gunung Sinabung secara berkelanjutan.

Gunung Sinabung tidak pernah tercatat aktif sejak tahun 1600, tetapi mendadak aktif kembali meletus pada tahun 2010. Aktivitasnya semakin meningkat pada September 2014 terus berlanjut sampai sekarang. Agustus 2016 jadi momentum baru bagi Sinabung. Lebih enam tahun sejak pertama kalinya Gunung Sinabung mengeluarkan asap dan abu vulkanis, tepatnya 27 Agustus 2010. Pada tengah malam dua hari setelahnya, ia meletupkan lava. Sekitar 12 ribu lebih warga diungsikan. Kota Medan pun sempat diselimuti abu kelabu muntahan Sinabung.

DAMPAK ERUPSI SINABUNG

BNPB membuat lingkaran radius 2Km, 5Km, 7Km, dan 10 Km dari puncak Sinabung. Lingkaran ditandai sebagai zona dengan variasi tingkat berbahayanya. Di luar itu ada semburan abu vulkanik yang jauh menembus lingkaran tersebut, juga dimasukkan dalam zona berbahaya. Dampak Sinabung adalah: bahaya. Bahaya bagi manusia dan lingkungan hidupnya. Bahaya adalah yang (mungkin) mendatangkan kecelakaan (bencana, kesengsaraan, kerugian, dan sebagainya) [Kamus Besar Bahasa Indonesia].

Manusia yang mendiami kawasan terdampak Sinabung berkumpul dalam beberapa desa. Yang langsung merasaan dampaknya dihitung ada 32 desa dengan jumlah penduduk lebih dari 60.000 jiwa. Mereka berdiam di 4 wilayah kecamatan: Tiganderket, Naman Teran, Simpang Empat, dan Payung. Yang paling berbahaya, sudah direlokasi sebagian kecil. Tetapi sebagian besar masih tinggal di pengungsian yang disebut huntara atau hunian sementara.
Pertanyaan: Berapa lamakah sementara? Erupsi Sinabung sudah berulang tahun ke 6. Apakah 6 tahun masih sementara? Bukankah sudah melebihi periode lima tahun menjabat suatu rejim pemerintahan?

Diluar radius 10 Km ternyata dampak erupsi juga sangat terasa. Contohnya pernah beberapa kali abu vulkanik mengguyur kota Medan. Otomatis daerah sekitar kawasan Sinabung yang terletak di Kabupaten Langkat dan Deli Serdang juga merasakan dampaknya. Berastagi yang berada di luar radius 10Km jelas merasakan dampaknya: penurunan kunjungan wisatawan karena wilayahnya diguyur abu vulkanik. Ini merugikan (bahaya) dalam kehidupan yang didasarkan sumber daya ekonomi.

Dampak erupsi Sinabung jelas: merusak dan menghancurkan kehidupan, menggagalkan pembangunan nasional, menjauhkan dari terwujudnya cita-cita pendirian Negara Kesatuan Republik Indonesia. Menjauh dari “gemah ripah loh jinawi, toto tentrem kerto raharjo”. Suatu ungkapan menggambarkan kekayaan alam yang berlimpah dan keadaan yang tenteram. Dampak erupsi Sinabung memutarbalikkan 180 derajat keadaan kehidupan masyarakat yang dialami sejak enam tahun lalu. Entah sampai kapan terus terjadi; kecuali ada “TINDAKAN LUAR BIASA DARI PEMERINTAH”.
Pertanyaan: apakah Pemerintah menyadari bahwa dari segi waktu bencana erupsi Sinabung sudah termasuk luar biasa dan mestinya ditetapkan sebagai Bencana Nasional?

TATA RUANG DAN DAMPAK KAWASAN ERUPSI

Mungkin sulit memprediksi bencana dan seberapa besar dampak yang akan diakibatkan. Risiko dan dampak bencana yang luas pada infrastruktur wilayah mendorong untuk kembali mempertimbangkan aspek kebencanaan. Pendekatan pengurangan risiko bencana (PRB) dan solusi ketika dan pasca bencana perlu mendapatkan sentuhan secara holistik. Mulai penataan tata ruang yang berada di area dengan dampak bencana alam. Lokasi di mana Sinabung berada, adalah Dataran Tinggi Karo di Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Namun dampak erupsi terasa dan terjadi di Kabupaten Langkat, Kabupaten Deli Serdang dan Kotamadya Medan. Meliputi Kawasan Strategis Nasional (KSN) Mebidangro: Medan Binjai Deli Serdang Karo.
Pertanyaan: kalau dampak erupsi Gunung Sinabubng sudah mencakup KSN bukankah sudah dapat dikategorikan Bencana Nasional?

Perencanaan penataan ruang yang berperspektif kebencanaan menjadi penting untuk melihat aspek holistik potensi bencana yang mungkin terjadi. Bencana letusan gunung api berakibat masif pada kerusakan infrastruktur dan persoalan kemanusiaan. Bencana letusan gunung api berakibat mematikan kegiatan sehari-hari (sosial budaya) masyarakat dan aktivitas ekonomi suatu kawasan. Tata ruang menuntut tidak hanya perihal teknis, namun bidang-bidang strategis mencakup ekonomi, sosial-budaya, dan lingkungan hidup. Perencanaan di kawasan gunung api perlu mengacu pada sejarah gunung api serta lokasi terdampak yang menimbulkan beragam efek.

Efek bencana erupsi Sinabung telah menggugah semua orang secara global, mulai dari pemberitaan sampai tindakan pemberian bantuan sumbangan. Bantuan sumbangan datang dari seluruh pelosok nusantara, dan juga luar negeri terutama dari negara tetangga seperti Singapore dan Malaysia.
Pertanyaan: apakah efek yang ditimbulkan erupsi Sinabung merupakan indikator yang mengharuskan Bencana Sinabung ditetapkan sebagai Bencana Nasional?

Sementara memikirkan aspek tata ruang, ada pekerjaan mendesak yang harus segera dituntaskan. Pekerjaan untuk memulihkan aspek ekonomi, sosial dan budaya masyarakat terdampak. Trilogy kehidupan mendasar manusia: ekonomi sosial budaya,  perlu segera diberikan tempat untuk berfungsi secara normal.
Pertanyaan: Tugas dan tanggung jawab siapakah menormalkan kehidupan ekonomi sosial budaya masyarakat terdampak erupsi Sinabung?

Salah satu masalah sosial yang dihadapi bangsa Indonesia dengan kejadiaan bencana alam adalah dampaknya bagi penduduk sekitar lokasi bencana alam. Dari setiap bencana alam yang terjadi pasti menimbulkan kerugian yang besar kepada setiap aspek kehidupan. Bencana alam dapat mengakibatkan dampak yang merusak pada bidang ekonomi, sosial dan lingkungan. Kerusakan infrastruktur dapat mengganggu aktivitas sosial. Dampak dalam bidang sosial mencakup kematian, luka-luka, sakit, hilangnya tempat tinggal dan kekacauan komunitas. Kerusakan lingkungan dapat mecakup hancurnya hutan yang melindungi daratan.

DAMPAK ERUPSI SINABUNG PADA KEHIDUPAN EKONOMI SOSIAL

Beberapa studi sebelum dan selama erupsi Sinabung yang memaksa penduduk sekitar mengungsi dan dampaknya telah dilakukan. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:

Sartika Br Karo, Universitas Sumatera Utara, Oktober 2014
Desa Bekerah merupakan salah satu desa yang berada di zona merah radius 2 kilometer dari kawah Gunung Sinabung. Lokasi ini merupakan lokasi yang paling dekat dengan dampak bencana meletusnya Gunung Sinabung. Jumlah populasi 348 Jiwa, seluruh masyarakat Desa Bekerah yang terkena dampak bencana letusan Gunung Sinabung berada di posko pengungsian Universitas Karo. Sampel 10% dari populasi sebanyak 35 orang. Hasil penelitian menunjukkan dampak bencana pasca meletusnya Gunung Sinabung terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat Desa Bekerah Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo, memberikan dampak yang sangat buruk terhadap kehidupan sosial ekonomi penduduk.

HERAWATI ANASTASIA SITUMORANG,  UNIVERSITAS SUMATERA UTARA,  2015
Analisis Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Pasca Erupsi Gunung Sinabung di Desa Kutambelin Kecamatan Naman Teran Kabupaten KaroStrategi hidup yang dilakukan warga Desa Kutambelin adalah dengan menjadi aron atau (Buruh Harian Lepas) di lahan yang masih bisa diolah untuk memulihkan kembali keadaan perekonomian kelurganya. Sedangkan kondisi masalah sosial ekonomi masyarakat Desa Kutambelin terbilang menurun. Hal ini karena lahan pekerjaan yang sulit akibat ladang milik sendiri yang belum bisa ditanami sehingga berakibat kepada pendapatan yang menurun. Juga kondisi psikis warga yang masih memunculkan rasa trauma pada kondisi Gunung Sinabung.

Anil Chariny Putri, Setia Negara Lubis, Luhut Sihombing; JOURNAL ON SOCIAL ECONOMIC OF
AGRICULTURE AND AGRIBUSINESS, 2015:
Hasil penelitian pertama adalah erupsi Gunung Sinabung memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap pendapatan usaha tani kopi. Kedua, terdapat perbedaan yang nyata orientasi nilai budaya dan sikap mental petani kopi terhadap hakekat pendidikan, sumber pangan, perumahan, dan kepemilikan lahan sebelum dan sesudah erupsi Gunung Sinabung. Artinya erupsi Gunung Sinabung memberikan dampak yang nyata orientasi nilai budaya dan sikap mental keluarga petani kopi terhadap hakekat pendidikan sebelum dan sesudah erupsi Gunung Sinabung.

Agus Sugiyatno, Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika, 2014
Kondisi tanaman jeruk:  Terendam dan tertutup lahar dingin erupsi gunung Sinabung, Tanaman jeruk mengalami kematian.

Silvia Hanani dan Asan Ali Golam Hasan/ Kafa’ah: Jurnal Ilmiah Kajian Gender, Vol. 4 No.2 Tahun 2014
Perpindahan ke tempat pengungsian melahirkan berbagai dinamika sosial, ekonomi dan pendidikan. Hal ini dilatarbelakangi oleh keadaan-keadaan atau kondisi-kondisi pengungsian yang jauh berbeda dari kondisi awal masing-masing. Di pengungsian lahirlah berbagai dinamika sosial. Perempuan pun memiliki berbagai dinamika dan fenomena tersendiri dalam pengungsian. Perempuan tidak hanya menjadi sosok pengungsi yang membatu  dalam sebuah kondisi, tetapi kondisinya juga bergulir dalam bentuk-bentuk alur keperempuannya. Arus pergerakan dinamikanya menunjukkan bahwa perempuan di pengungsian, bukan sosok yang diam menjadi penerima takdir, tetapi perempuan yang juga berjuang dalam takdir-takdir itu.

DESI MARIANTA, UNIVERSITAS SUMATERA UTARA, 2015
Permasalahan adalah meningkatnya kasus Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) di Puskesmas Kecamatan Tiganderket tahun 2014. Berhubungan kualitas fisik rumah terhadap kejadian ISPA pasca bencana erupsi Gunung Sinabung.

Riza Pinem, 2015, Kunjungan Wisata di Berastagi Menurun 60% Pasca Erupsi Sinabung.
Pemandangan tak biasa dipicu akibat gempuran material debu vulkanik yang secara berkesinambungan terus mendarat di atap rumah, jalan raya, serta lahan pertanian warga.
Menurut Kepala Disbudpar Karo, Dinasti Sitepu,  sejak status Sinabung dinaikkan menjadi level IV (status Awas) pada 2 Juni 2015 lalu, telah terjadi penurunan tingkat kunjungan wisata 50 hingga 60%. Pelaku wisata, Libra Sembiring,   di sekitar Pasar Buah Berastagi mengaku saat material debu menghujani Berastagi, disaat itu juga penghasilannya sebagai pedagang menurun drastis.

Pertanyaan: apakah Pemerintah sudah membuat suatu kajian untuk menyusun langkah strategis mengatasi dampak erupsi Sinabung? Kalau ada, dimanakah kita dapat memperolehnya?


MEREKA YANG TELAH MELAKSANAKAN GRN SINABUNG

Rehmuli br Ginting
      Perkumpulan Perempuan tanpa Pendamping (Persada) Talenta adalah pelayanan kepada kaum perempuan yang sudah menjanda yang terkena dampak erupsi Gunung Sinabung. Ada 20 orang menjadi anggota perkumpulan ini. Mereka berusia paling tinggi 50 tahun. Perkumpulan didirikan oleh ibu Rehmuli Ginting dan kawan-kawan pada pertengahan November 2014. Perkumpulan ini sebagai buah sang pendiri menghadiri yubileum 125 Tahun Pelayanan kesusteran VEM di Wuppertal – Jerman, Oktober 2014.
      Pengembangan melalui pendidikan dan pemberdayaan sosial ekonomi tanpa membedakan latar belakang agama. Kaum perempuan menjadi sasaran pelayanan karena mereka adalah kaum yang paling merasakan dampak erupsi Sinabung. Di daerah Karo kaum perempuanlah umumnya yang menjadi tulang punggung ekonomi keluarga. Perempuan yang sudah menjanda atau yang ditinggal suami, merasakan beban paling berat dalam menanggung biaya hidup keluarga maupun biaya sekolah anak-anak mereka.
      Persada Talenta melakukan tiga kegiatan yakni (a) Penguatan spiritual dan pastoral konseling, (b). Pengembangan pendapatan atau ekonomi melalui bercocok tanam (bertani), dengan meminjam / menyewa tanah. Jenis tanaman untuk pertama kali adalah kentang, kol dan cabai.
      Selain itu pengembangan industri rumah tangga di kontrakkan di Jln. Nusa Kabanjahe. Kegiatan industri rumah tangga yang sudah mulai dirintis adalah bertenun, terutama bertenun kain (Uis Karo), menjahit, dan memproduksi makanan sehat olahan hasil pertanian.


AKSI PEMERINTAH UNTUK SOLUSI DAMPAK ERUPSI SINABUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2007 TENTANG
PENANGGULANGAN BENCANA antara lain mengatur:
Pasal 5 Pemerintah dan pemerintah daerah menjadi penanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.

Presiden Jokowi menerbitkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2015 Tentang Satuan Tugas Percepatan Relokasi Korban Terdampak Bencana Erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Pertimbangan penerbitan Keppres ini adalah kelayakan dan keamanan hunian serta pemulihan kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat korban terdampak. Keppres yang terbit setelah erupsi terjadi 5 (lima) tahun. (Erupsi 27 Agustus 2010, Keppres terbit 21 September 2015). Sangat terlambat. Yang paling disayangkan, hanya berlaku hingga akhir 2015. Pekerjaan belum selesai, masih banyak yang harus dikerjakan. Hunian relokasi hanya untuk 203 KK, sementara yang masih menunggu sekitar 2500 KK. Artinya, kemampuan dan kapasitas Pemerintah sampai saat ini tidak sampai 10%. Kalau dibandingkan dengan kriteria kelulusan anak sekolah sekarang, 10% persen itu tidak lulus alias gagal total. Lantas apa tindakan Pemerintah selanjutnya untuk mengatasi “kehidupan sengsara” yang dialami masyarakat terdampak? Gelap! 

Pertanyaan: apabila Pemerintah dan Pemerintah Daerah gagal atau tidak mampu melaksanakan tanggungjawabnya menanggulangi bencana, apa yang dapat dilakukan pada mereka? Apa yang dapat dilakukan masyarakat kepada Pemerintah dan Pemerintah Daerah dengan kondisi seperti yang dihadapi dalam kasus penanggulangan bencana erupsi Gunung Sinabung?

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Karo
Wakil Gubernur Sumatera Utara, (Wagub pada 2015, sekarang 2016 sudah  Gubernur), Tengku Erry Nuradi. Kita tidak dapat menebak secara pasti kapan bencana Gunung Sinabung berakhir. Fakta yang kita rasakan, masyarakat yang tinggal di kaki Gunung Sinanbung kini menjadi miskin. Pertanian tidak lagi dapat diharapkan. Tentu masyarakat harus memiliki usaha lain yang dapat menjamin kelangsungan hidup. Angka pengangguran di Kabupaten Karo diprediksi meningkat akibat erupsi Gunung Sinabung. Masyarakat yang sebelumnya memiliki pekerjaan tetap sebagai petani, kini menjadi pengangguran. Pihak swasta diharapkan dapat memberdayakan masyarakat pengungsi yang masih produktif untuk bekerja. Jika tidak, tingkat kriminalisasi dan angka pengangguran akan bertambah di Sumut. Tentu akan menghambat roda pembangunan.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Karo, mengajak dunia perbankan memberikan solusi pembiayaan kepada masyarakat dalam membangun usaha baru. Rombongan Wagub, sejumlah pengurus Yayasan Budha Tzu Chi, pengurus Perkumpulan Marga Wijaya, pengurus Ikatan Alumni Universitas Sumatera Utara (IKA-USU) dan sejumlah pengurus IKA-SMAN 4 Medan.

Kemampuan pemerintah sendiri dalam menyediaan perumahaan bagi korban erupsi Gunung Sinabung sangat terbatas. Pembangunan relokasi dapat terlaksana karena keterlibatan dari berbagai stakeholders. Pemerintah tidak mampu bekerja sendiri. Pihak swasta turut berperan dalam penyiapan bidang usaha bagi masyarakat dengan menyalurkan dana Corporate Social Responsbility (CSR) dan dana lainnya guna membantu masyarakat korban erupsi Gunung Sinabung untuk bangkit. BUMN dan BUMD juga memiliki dana PKBL yang dapat disalurkan kepada pengungsi Gunung Sinabung dalam membangun usaha.

Pertanyaan: Ajakan Pemprov Sumut dan Pemkab Karo untuk bekerja sama (gotong royong) adalah bijaksana, namun, apa tindak lanjut yang Pemda ambil untuk mewujudkan apa yang diucapkan tersebut?


DANA PENANGGULANGAN BENCANA ERUPSI SINABUNG

Penanganan Pengungsi Sinabung Terkendala Dana
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), sebagai penanggung jawab rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana harus segera melakukannya. Sementara, regulasi yang menyangkut pendanaan bencana tersekat-sekat dalam setiap tahapan bencana. Ini merupakan salah satu kendala penanganan erupsi Gunung Sinabung.

Kementerian Sosial menegaskan ada tiga kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dalam menangani dampak bencana erupsi Sinabung: jaminan hidup (jadup), hunian sementara (huntara), dan pendampingan psikososial. Walaupun Kemensos paling bertanggung jawab untuk menjalankan UU Kesejahteraan Sosial, faktanya masih sangat terbatas yang dapat dilakukan. Tiga kegiatan bersifat darurat dan transisi. Belum ada satu pihakpun yang memiliki rencana aksi yang menyentuh seluruh aspek kehidupan masyarakat dan lingkungan terdampak. Artinya, kesejahteraan sosial yang menjadi tanggung jawab Pemerintah, belum dapat diharapkan akan terwujud.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2007 TENTANG
PENANGGULANGAN BENCANA, mengatur tentang pendanaan sebagai berikut:
Pasal 6 Tanggung jawab Pemerintah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi: f. pengalokasian anggaran penanggulangan bencana dalam bentuk dana siap pakai;
Pasal 8 Tanggung jawab pemerintah daerah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi: d. pengalokasian dana penanggulangan bencana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang memadai.
Pasal 60 (1) Dana penanggulangan bencana menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah dan pemerintah daerah.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008
TENTANG PENDANAAN DAN PENGELOLAAN BANTUAN BENCANA antara lain mengatur:
Pasal 1 butir  1. Dana penanggulangan bencana adalah dana yang digunakan bagi penanggulangan bencana untuk tahap prabencana, saat tanggap darurat, dan/atau pascabencana.
Pasal 2 Pendanaan dan pengelolaan bantuan bencana ditujukan untuk mendukung upaya penanggulangan bencana secara berdayaguna, berhasilguna, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Pasal 4 (1) Dana penanggulangan bencana menjadi tanggungjawab bersama antara Pemerintah dan pemerintah daerah.

Pertanyaan: berapa besarkan yang dianggarkan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam APBN, APBD Sumut, APBD Karo untuk menanggunglangi bencana erupsi Sinabung? Apakah omongan para pejabat benar-benar ditindaklanjuti dalam alokasi anggaran? Atau hanya omong kosong yang berlalu begitu saja? Apakah dengan anggaran yang tidak seimbang dengan dampak erupsi bencana Sinabung menunjukkan bahwa Pemerintah/Pemerintah Daerah telah lalai atau terang-terangan melanggar aturan perundangan yang berlaku?


STATUS BENCANA ERUPSI SINABUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2007 TENTANG
PENANGGULANGAN BENCANA, mengatur tentang status dan tingkatan bencana sebagai berikut:
Pasal 7 (1) Wewenang Pemerintah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi:
c. penetapan status dan tingkatan bencana nasional dan daerah;
(2) Penetapan status dan tingkat bencana nasional dan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c memuat indikator yang meliputi:
a. jumlah korban;
b. kerugian harta benda;
c. kerusakan prasarana dan sarana;
d. cakupan luas wilayah yang terkena bencana; dan
e. dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan.
Saat ini (30 Oktober 2015, Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB  Ir.B.Wisnu Widjaja, M.Sc, ) menyatakan penilaian bencana masih kualitatif, termasuk jumlah korban, berapa tepatnya jumlah korban sehingga dapat ditetapkan menjadi bencana nasional, kemudian jumlah kerugian harta benda berapa jumlah satuannya. seperti Kementerianpupera misalnya menyatakan bencana nasional jika fasilitas vital lumpuh karena bencana.

Pertanyaan: Bagaimana kalau erupsi terus menerus (waktu lama jangka panjang lebih dari lima tahun) seperti Sinabung, yang memberi dampak ekonomi sosial budaya kepada lebih dari 60.000 jiwa, yang paparan abu vulkaniknya mencakup Kawasan Strategis Nasional Mebidangro, yang jelas di luar kemampuan Pemerintah Kabupaten Karo mengatasinya, menjadi pertimbangan untuk menetapkan Erupsi Sinabung sebagai BENCANA NASIONAL?


PERAN MASYARAKAT DALAM PENANGGULANGAN BENCANA

Yang dimaksud dengan “masyarakat” adalah orang perseorangan, badan usaha, lembaga swadaya masyarakat, baik dalam maupun luar negeri. (PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN DAN PENGELOLAAN BANTUAN BENCANA).
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2007 TENTANG
PENANGGULANGAN BENCANA, mengatur tentang peran masyarakat dalam penanggulangan bencana sebagai berikut:

Pasal 26 (1) Setiap orang berhak:
a. mendapatkan perlindungan sosial dan rasa aman, khususnya bagi kelompok masyarakat rentan bencana;
b. mendapatkan pendidikan, pelatihan, dan ketrampilan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.
c. mendapatkan informasi secara tertulis dan/atau lisan tentang kebijakan penanggulangan bencana.
d. berperan serta dalam perencanaan, pengoperasian, dan pemeliharaan program penyediaan bantuan pelayanan kesehatan termasuk dukungan psikososial;
e. berpartisipasi dalam pengambilan keputusan terhadap kegiatan penanggulangan bencana, khususnya yang berkaitan dengan diri dan komunitasnya; dan
f. melakukan pengawasan sesuai dengan mekanisme yang diatur atas pelaksanaan penanggulangan bencana.

Pasal 27 Setiap orang berkewajiban:
a. menjaga kehidupan sosial masyarakat yang harmonis, memelihara keseimbangan, keserasian, keselarasan, dan kelestarian fungsi lingkungan hidup;
b. melakukan kegiatan penanggulangan bencana; dan
c. memberikan informasi yang benar kepada publik tentang penanggulangan bencana.
Pasal 60 (2) Pemerintah dan pemerintah daerah mendorong partisipasi masyarakat dalam penyediaan dana yang bersumber dari masyarakat.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA, mengatur tentang peran serta masyarakat sebagai berikut:
Pasal 75 (1) Rekonstruksi pada wilayah pascabencana dilakukan melalui kegiatan: e. partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha dan masyarakat. Tujuan partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha dan masyarakat dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk meningkatkan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha dan masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana.

Pemulihan dan Peningkatan Kondisi Sosial, Ekonomi, dan Budaya
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2007 TENTANG
PENANGGULANGAN BENCANA, mengatur tentang pemulihan dan peningkatan kondisi sosial ekonomi dan budaya sebagai berikut:
Pemulihan adalah serangkaian kegiatan untuk mengembalikan kondisi masyarakat dan lingkungan hidup yang terkena bencana dengan memfungsikan kembali kelembagaan, prasarana, dan sarana dengan melakukan upaya rehabilitasi.
Pasal 58 (1) Rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf a dilakukan melalui kegiatan: g. pemulihan sosial ekonomi budaya;
Pasal 59 (1) Rekonstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf b, dilakukan melalui kegiatan pembangunan yang lebih baik, meliputi: f. peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya;

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA
Pasal 56 (1) Rehabilitasi pada wilayah pascabencana dilakukan melalui kegiatan: g. pemulihan sosial, ekonomi, dan budaya;  Tujuan pemulihan sosial, ekonomi, dan budaya dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk memperbaiki kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat  dengan cara menghidupkan kembali aktifitas sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat.
Pasal 71 (1) Pemulihan sosial ekonomi budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) huruf g, ditujukan untuk membantu masyarakat terkena dampak bencana dalam rangka memulihkan kondisi kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya seperti pada kondisi sebelum terjadi bencana.
(2) Kegiatan pemulihan sosial, ekonomi, dan budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan membantu masyarakat menghidupkan dan mengaktifkan kembali kegiatan sosial, ekonomi, dan budaya melalui:
a. layanan advokasi dan konseling;
b. bantuan stimulan aktivitas ekonomi; dan
c. pelatihan.
(3) Pelaksanaan kegiatan pemulihan sosial, ekonomi, dan budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh instansi/lembaga terkait berkoordinasi dengan BPBD.

Pasal 75 (1) Rekonstruksi pada wilayah pascabencana dilakukan melalui kegiatan: f. peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya;
Pasal 88
(1) Peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (1) huruf f ditujukan untuk normalisasi kondisi dan kehidupan yang lebih baik.
(2) Peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui upaya:
a. pembinaan kemampuan keterampilan masyarakat yang terkena bencana;
b. pemberdayaan kelompok usaha bersama dapat berbentuk bantuan dan/atau barang; dan
c. mendorong penciptaan lapangan usaha yang produktif.
(3) Pelaksanaan peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh instansi/lembaga yang terkait berkoordinasi dengan BNPB dan BPBD.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN DAN PENGELOLAAN BANTUAN BENCANA, mengatur tentang pemulihan dan peningkatan sosial ekonomi budaya sebagai berikut:
Pasal 27
(1) Pinjaman lunak untuk usaha produktif diberikan kepada korban bencana yang kehilangan mata pencaharian.
(2) Pinjaman lunak untuk usaha produktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk:
a. kredit usaha produktif; atau
b. kredit pemilikan barang modal.
(3) Pinjaman lunak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diberikan setelah dilakukan pendataan, identifikasi, dan verifikasi oleh instansi/lembaga yang berwenang yang dikoordinasikan oleh BNPB atau BPBD sesuai dengan kewenangannya.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian dan besaran pinjaman lunak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Kepala BNPB setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan.


GRN SINABUNG
GOTONG ROYONG NASIONAL PEMULIHAN EKONOMI SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT TERDAMPAK ERUPSI GUNUNG SINABUNG

Pemerintah dan Pemerintah Daerah terkait sampai saat ini telah gagal melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya menanggulangi bencana alam akibat erupsi gunung Sinabung.
Masyarakat adalah rakyat yang memiliki kedaultan terhadap Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pimpinan Pemerintahan adalah Presiden, Pemerintah Daerah Provinsi adalah Gubernur, dan Pemerintah Kabupaten adalah Bupati; semuanya sesuai aturan perundangan dipilih langsung oleh rakyat. Rakyat telah memilih pimpinan pemerintahan yang tidak mampu untuk melaksanakan amanat dan mandat yang diberikan oleh rakyat. Oleh karena itu, rakyat juga harus bertanggung jawab untuk mewujudkan cita-cita pembangunan yang menjadi tugas dan tanggung jawab pimpinan yang dipilihnya.

Kami mayarakat sebagai bagian dari yang memilih pimpinan pemerintahan juga turut bertanggung jawab. Sesuai dengan peran serta masyarakat yang diamanatkan dan ditetapkan dalam aturan perundangan tentang kebencanaan, kami ingin bertindak dengan bertanggung jawab dengan setia dan taat terhadap kesepatan nasional yang telah menjadi hukum formal yang mengikat diri kami juga. Tindakan kami mulai dari menyadari apa yang terjadi, memikirkan, mengkonsep, mendokumentasikan, mempromosikan, menyampaikan kepada para pemangku kepentingan, menindaklanjutinya sampai ada tindakan nyata dan perubahan nyata terhadap pemulihan dan peningkatan ekonomi sosial dan budaya masyarakat terdampak erupsi Sinabung. Kami tidak hanya berbicara, tetapi kami: kerja, kerja, kerja!!!!

Kami menawarkan solusi untuk menanggulangi dampak bencana alam akibat erupsi gunung Sinabung. Kami menawarkan solusi yang diberi nama GRN Sinabung, Gotong Royong Nasional Pemulihan Ekonomi Sosial dan Budaya Masyarakat Terdampak Erupsi Gunung Sinabung.

Solusi terbaik adalah kembali kepada nilai-nilai luhur milik bangsa yang telah terkristalisasi dan mampu menolong dan mempertahankan eksistensi suku bangsa di Indonesia. Gotong royong adalah solusi. Berhubung dibutuhkan sumber daya yang jauh melampaui kemampuan Kabupaten Karo dan Sumatera Utara, maka dibutuhkan gotong royong secara nasional, bila perlu secara internasional. Dalam bentuk bantuan untuk mengatasi keadaan darurat, GRN Sinabung sudah berjalan. Yang kita butuhkan adalah solusi permanen yang berkelanjutan. Sustainable Development Goals (SDGs).

Apa yang kami tawarkan dengan GRN Sinabung? Berikut pokok-pokok pikiran kami:

Relokasi tanpa biaya pembangunan relokasi yang menghilangkan stok keuangan negara, tetapi menggunakan dana pinjaman lunak produktif yang dimulai dengan membangun keunggulan daerah dalam bidang Agro Industri dan Pariwisata. Disini membutuhkan revolusi mental para pejabat pemerintahan dan birokrat, memiliki paradigma dari cost center menjadi profit center. Merubah paradigma ego sektoral menjadi kerja bersama, gotong royong. Mengakumulasi kemampuan keuangan negara dan menghilangkan kebiasan menghabis-habiskan anggaran. Para politikus, birokrat dan pejabat pemerintahan bukanlah orang kompeten melakukan pemulihan dan peningkatan ekonomi sosial budaya masyarakat. Selain sifat kompetensi yang berbeda, mereka juga tidak memiliki cukup waktu untuk memberikan perhatian penuh. Pemulihan dan peningkatan ekososbud harus dilakukan oleh masyarakat yang memiliki kompetensi dari sisi passion, pengetahuan, keahlian, sikap perilaku, dan kebiasaan bekerja keras, hemat dan menghasilkan, serta memiliki track record mensejahterakan masyarakat secara nyata. Hindari orang-orang yang banyak bicara dan omong besar, karena orang seperti itu hanya akan membuat masyarakat semakin kekurangan dan semakin miskin. Mengubah atau menghilangkan aturan perundangan yang membatasi dan menghambat peran serta masyarakat, yang ingin mau dan mampu berbuat. Mengakomodasi kegiatan pemulihan ekonomi sosial dan budaya yang dilakukan masyarakat tanpa memerlukan persetujuan Pemerintahan. Pemerintahan cukup melakukan monitoring dan evaluasi berdasarkan hasil guna dan daya guna, bukan aturan yang menghambat dan meninggikan kekuasaan jabatan institusi. Pergeseran kekuasaan kepada masyarakat berdasarkan kebutuhan masyarakat. Pemerintahan harus menyadari dirinya adalah alat negara yang membantu untuk mensejahterakan rakyat. Pejabat Pemerintahan harus menyadari statusnya untuk rakyat, jangan melampaui batas.

PROYEKSI PEMULIHAN DAN PENINGKATAN EKONOMI
      20ribu tenaga kerja / Mitra Contract Farming / Anggota Koperasi baru pada sektor AgroIndustri.
      Rata-rata biaya tenaga kerja AgroIndustri tahunan - Rp juta 280.000,-
      Omzet AgroIndustri tahunan Rpmilyar 2.800,-
      475 orang Jumlah tenaga kerja sektor wisata.
      Rata-rata biaya tenaga kerja Pariwisata tahunan - Rp juta 6.670,-
      Omzet Pariwisata tahunan Rpjt 33.350,-
      Rata-rata penghasilan tenaga kerja / tahun mulai dari Rp 14jt.

Dengan rata-rata jumlah keluarga terdampak 3+ orang/jiwa per Kepala Keluarga / Rumah Tangga, maka dengan menyediakan lapangan kerja bagi 20ribu orang atau lebih, telah mampu menyokong kehidupan ekonomi bagi lebih dari 60.000 orang dari masyarkakat terdampak erupsi gunung Sinabung. Setelah ekonomi pulih dan meningkat, otomatis kegiatan sosial dan budaya akan pulih dan meningkat juga.

Fokus pada keunggulan daerah: pertanian dan pariwisata.
Proyeksi Produksi bahan dan hasil akhir Agroindustri dari GRN Sinabung
  1. Konsentrat Jeruk, keunggulan di wilayah kecamatan  Barusjahe, Tigapanah, Merek, Munte, Dolat Rayat, Merdeka, Kabanjahe, Pusat  Agroindustri  di Kabanjahe. Total Lahan Budidaya 10.000 Ha.
  2. Bubuk Kopi, keunggulan di semua wilayah kecamatan,   Pusat  Agroindustri  di Merek. Total Lahan Budidaya 6.923 Ha.
  3. Bubuk Kakao, keunggulan di wilayah kecamatan Mardingding, Laubaleng, Tigabinanga, Juhar, Munte, Kutabuluh, Merek, Pusat  Agroindustri  di Tigabinanga. Total Lahan Budidaya 10.000 Ha.
  4. Pasta Tomat, keunggulan di wilayah kecamatan  Kabanjahe, Merdeka, Merek, Berastagi, Barusjahe, Pusat  Agroindustri di Kabanjahe. Total Lahan Budidaya 2.903  Ha.
  5. Pasta Cabe, keunggulan di semua wilayah kecamatan, Pusat  Agroindustri di Kabanjahe. Total Lahan Budidaya 5.000 Ha.
Kegiatan pemulihan dan peningkatan ekonomi berbasis agroindustri dapat memberikan kontribusi sebesar Rp2,8trilyun sampai Rp4,1trilyun per tahun ke dalam PDRB Kabupaten Karo.

Kegiatan produktif sektor pariwisata.
Tanah Karo merupakan salah satu aset wisata andalan Sumatra Utara. Di sini tersebar berbagai objek wisata yang menarik untuk dikunjungi bahkan tersohor hingga mancanegara.
Proyeksi GRN Sinabung di sector pariwisata:
Target pengunjung pertahun 50.000 orang dengan rata-rata pengeluaran harian Rp 667.000 per orang. Lama tinggal 3 malam dapat memberikan kontribusi PDRB Kabupaten Karo sekitar Rp 33,35 milyar per tahun. Menyerap tenaga kerja baru sebanyak 476 orang. Menghidupkan kegiatan ekonomi di daerah tujuan wisata (alam, budaya, agro), akomodasi seperti penginapan, transportasi dan makan minum, serta jasa lain seperti ekonomi kreatif kerajinan dan pemandu dan info wisata.

IKHTISAR BIAYA GRN SINABUNG: INDIKASI
      Sektor Agroindustri Rp 2triliyun (masing-masing Rp1 trilyun untuk Budidaya dan Pengolahan)
      Sektor Pariwisata Rp 30 milyar (omzet setahun yang disesuaikan)
      Persiapan, Pendirian dan Manajemen Rp 70 milyar (mulai dari inisiasi sd sd siap operasi)
      Perkiraan biaya awal: Rp2,1trilyun

OPSI PEMBIAYAAN GRN SINABUNG
PEMERINTAH
      Hibah/Bantuan Alokasi APBN/APBD
      Penyertaan Modal Pemerintah/Pemda
      2 steps loan
      2 steps investment
      Guarantor for Financial Institution
      Instumen Pembiayaan Pemerintah lainnya.

BADAN PELAKSANA
      Sumbangan masyarakat
      Dana CSR
      Investasi Ekuitas
      Investasi Liabilitas
      Sumber pembiayaan lainnya.

MULTIPLIER EFEK PADA PEMBANGUNAN sebagai dampak positif dari GRN SINABUNG
      Perumahan dan konstruksi
      Transportasi
      Listrik, air, gas, telepon, utilitas lainnya
      Kebutuhan pokok rumah tangga
      Perdagangan
      Pendidikan dan pelatihan
      Hiburan, sosial, budaya
      Permukiman perkotaan
      Kebutuhan hidup lainnya.

Contoh Implementasi Model GRN SINABUNG
      BNPB: Bencana sampai masa transisi dana siap pakai (on call fund).
      KEMENSOS: masa transisi sd sejahtera (jadup, huntara, psikososial), KUBE; fasilitasi PEKSOS (termasuk pemrakarsa & Tim).
      Pemkab Karo: Lahan, Gudang, Kantor, perijinan kelembagaan, monev.
      Pemko Medan & Deli Serdang: lahan, Gudang, Kantor, transportasi, bansos.
      Pemprov Sumut:  Transportasi, Dana Stimulus, Pinjaman Lunak (Bank Sumut), promosi, bansos, dll.
      Kemenhub: gudang bandara (Angkasa Pura) dan cargo (misalnya space cargo Garuda Indonesia).
      Kementan: saproditan, teknologi, penyuluhan.
      Kemenind: bantuan teknologi pengolahan pertanian.
      Badan Ekonomi Kreatif: teknologi dan pemberdayaan ekonomi kreatif.
      Kemendag: kemasan, promosi, ruang dagang.
      Kemenkukm: kelembagaan koperasi, pembiayaan dan dana bergulir, pemasaran, pengolahan,  ruang pamer, promosi, dll.
      Kemenpar: sarana dan jasa pariwisata, promosi wisata, paket wisata.
      BI/OJK: Fasilitas Pembiayaan Khusus.
      Kemenkeu: Fasilitas perpajakan, Anggaran Khusus APBN/APBD.
      Kemenag: Mobilisasi dana sosial keagamaan, pasar produk wisagropolitan sinabung, revolusi mental.
      Kemenko PMK: koordinasi dan fasilitasi K/L terkait, promoter pembuatan KEPPRES GRN SINABUNG.
      MUKI: Pemikiran, promotor, penggalangan lembaga negara, penggalangan para tokoh.
      GBKP:  penggalangan masyarakat terdampak, pendampingan dan monitoring.
      GKI: Penggalangan sumber daya dan pasar.
      LEMSAKTI: fasilitas penghematan pajak dengan pengakuan sumbangan sebagai biaya.
      HMKI: mobilisasi masyarakat KARO sebagai penyedia sumber daya dan sekaligus pasar, pemikiran, massa.

MEKANISME TAHAPAN GRN SINABUNG
  1. Usulan prakarsa model GRN Sinabung untuk pemulihan sosial ekonomi budaya masyarakat terdampak Erupsi Sinabung.
  2. Kajian awal, diskusi, perbaikan  usulan oleh Tim Persiapan Informal.
  3. Usulan Pembuatan Draft Dasar Hukum berupa Keppres GRN Sinabung.
  4. Persiapan awal dan penerbitan Keppres GRN Sinabung.
  5. Tinjauan lapangan dan inventarisasi permasalahan dan potensi sosial ekonomi budaya.
  6. Konseptualisasi model implementasi GRN Sinabung.
  7. Inventarisasi dan diskusi awal pemangku kepentingan.
  8. Penetapan partisipasi dan kontribusi pemangku kepentingan.
  9. Penetapan rencana kerja, anggaran, dan para penanggung jawab pelaksana dan kontributor sumber daya.
  10. Mobilisasi sumber daya dan implementasi model GRN Sinabung.
  11. Laporan pelaksanaan, evaluasi, perbaikan dan pelaksanaan berkelanjutan GRN Sinabung.


MAHLI SEMBIRING: Penggagas dan pengusul GRN Sinabung
Mahli Sembiring merupakan bagian dari komunitas yang menjadi korban erupsi Sinabung, tergerak dan terdorong dengan semangat menyala-nyala untuk melihat terwujudnya pemulihan dan peningkatan ekonomi sosial budaya masyarakat Karo yang terdampak.
Alumni dari: SDN Jandimeriah, SMPN Batukarang / SMPN 3 Pontianak, SMAN4 Medan, Universitas Sumatera Utara, Universitas Indonesia, Universitas Sedona USA.
Mahli Sembiring adalah aktivis pembangunan masyarakat, dalam organisasi berikut:
Pendiri dan Ketua Umum LEMSAKTI, Lembaga Sumbangan Agama Kristen Indonesia. www.lemsakti.com
Wakil Ketua Umum MUKI, Majelis Umat Kristen Indonesia.
Konsultan dan Pelayanan Pembangunan Masyarakat, sebagai mitra resmi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pelaksanaan Tujuan-Tujuan Pembangunan Berkelanjutan; United Nations Sustainable Development Goals (UNSDGs). www.pembangunan.net dan www.konstruksimart.com
Penggagas dan pengusul GRN Sinabung dapat dihubungi melalui email: lemsakti@gmail.com atau majelisumat@gmail.com

GRN Sinabung telah diusulkan kepada: BNPB, Kemensos, Kemenko PMK, Presiden via Kantor Staf Presiden.